Dunia Perhotelan Belum Pulih dari Pukulan Pandemi, PHRI DIY Nilai PP Royalti Musik Tidak Realistis
Menanggapi hal itu, Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono menolak keras
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan atau musik.
Aturan tersebut ditandatangani oleh Jokowi pada 30 Maret 2021, dengan salah satu ketentuan PP tersebut yakni kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial baik itu di perkantoran, layanan publik, ataupun jasa akomodasi.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono menolak keras adanya PP royalti musik tersebut.
Menurutnya, PP royalti musik tidak realistis untuk kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Baca juga: Bakpia Paris, Kreasi yang Jadi Wujud Cinta Chef Asal Prancis ini Pada Yogyakarta
Pasalnya, dia beranggapan untuk saat ini para pengusaha hotel dan restoran di DIY belum sepenuhnya bangkit.
"Saya mengatakan demikian. PP royalti musik kurang realistis. Kami ini baru bisa bernapas, jangan lah ditambahi beban aturan pemberian royalti seperti itu," katanya, kepada Tribun Jogja, Minggu (11/4/2021)
Deddy menambahkan, sebenarnya PHRI pusat sudah pernah membicarakan terkait rencana PP yang mengatur royalti musik tersebut pada 2016 silam.
Dia menganggap pembuatan PP tersebut tidak sepenuhnya untuk kesejahteraan para musisi.
"PHRI pusat sudah berkomunikasi 2016 lalu, dan ada unsur paksaan memang. Ini yang tidak kami harapkan dari beberapa kasus terakhir," jelasnya.
Menurutnya, saat ini PHRI masih terbebani dengan kebijakan pemerintah yang seringkali berubah-ubah.
Terkini, aturan pelarangan mudik menurut GM Hotel Ruba Grha ini menjadi pukulan telak bagi para pengusaha hotel dan restoran di DIY.
"Beban PHRI itu berat untuk saat ini. Dengan adanya pembatasan mudik, sekarang ketambahan pemberian royalti, kami semakin terseok-seok," jelasnya.
Jika turunan PP itu sudah jelas, Deddy meminta supaya besaran royalti yang wajib dibayarkan tidak mencekik para pengusaha hotel.
Karena sejauh ini pembayaran pajak hotel dan restoran, serta biaya operasional saja menurutnya sudah terlalu tinggi.
"Kalau ditambah dengan pemberian royalti itu kan artinya ada biaya pengeluaran lagi. Dan yang saya tanyakan apakah betul royalti itu untuk kesejahteraan seniman?" Tegas dia.
Ia menjelaskan, kebutuhan musik untuk hotel bintang lima masih menjadi dominan. Namun, bagi hotel non bintang pemutaran musik di ruangan tertentu tidak begitu dibutuhkan.
Akan tetapi, ia menilai dalam PP royalti musik itu harus ada detail aturannya. Karena jika kebetulan ada stasiun Tv yang memutar acara musik, dan disaksikan oleh para tamu maka beban pembayaran royalti hak cipta harus jelas.
"Kalau seperti itu masak kami yang harus bayar royalti? Harusnya kan stasiun televisinya? Dan kalau kami meniadakan fasilitas televisi itu bukan solusi. Jadi harus detail aturannya," paparnya.
Sebagai informasi, DPD PHRI DIY mencatat saat ini ada sebanyak 425 hotel dan restoran baik bintang maupun non bintang yang tergabung ke dalam PHRI.
Menurut Deddy, kondisi keuangan para pengusaha hotel saat ini masih kesulitan akibat kebijakan pemerintah yang dinilainya berubah-ubah.
Baca juga: Ada Perubahan Aturan, Pemkot Yogyakarta Upayakan Bantuan Keuangan Parpol Bisa Dicairkan April
Terpisah, Ketua Komisis D DPRD DIY Koeswanto mengatakan, sebaiknya pemerintah menahan dulu untuk menerbitkan PP terkait pemberian royalti bagi para pemusik.
Tendensi terhadap kalangan pengusaha hotel terlihat dari penilaiannya yang mengatakan untuk saat ini pengelola hotel perlu menyesuaikan dengan kebijakan tertentu karena adanya pandemi Covid-19.
Sehingga, apabila muncul kewajiban membayar royalti kepada pencipta lagu ketika karyanya diputar di hotel, maka hal itu dianggap memberatkan pihak hotel.
"Ya nanti dulu lah. Kasihan para pengusaha hotel. Saat ini kan dalam suasana pandemi, beban pemilik hotel berat," jelasnya.
Ia menilai, royalti bagi pemusik belum tepat untuk diterapkan saat ini, karena menurut Koeswanto ada baiknya sektor ekonomi digerakkan satu persatu supaya yang lainnya bisa menyesuaikan.
"Toh royalti bagi pemusik itu kan bisa didapat dari sumber lain," pungkasnya. (hda)