Bappenas Sebut Tahun 2063 Tidak Ada Petani di Indonesia, Dekan Fakultas Pertanian UGM Beberkan Ini

Terkait hal tersebut, Pakar Pertanian sekaligus Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Dr Jamhari SP MP justru menilai 40 tahun ke depan

Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Alexander Ermando
ILUSTRASI Sejumlah petani memanen padi di lahan persawahan Pedukuhan Gelaran, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYABappenas memproyeksikan tahun 2063 tidak ada petani di Indonesia.

Terkait hal tersebut, Pakar Pertanian sekaligus Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Dr Jamhari SP MP justru menilai 40 tahun ke depan menjadi kesempatan emas untuk menumbuhkan generasi petani milenial yang antisipatif terhadap tantangan pertanian.

Menurutnya di masa mendatang, dunia pertanian berbanding terbalik dengan pertanian konvensional yang terus menurun.

“Pertanian modern yang akrab dengan teknologi dan lahan luas sedang bertumbuh di Indonesia. Lembaga akademik berperan dalam menyiapkan generasi muda petani milenial agar bisa mengambil posisi di masa depan, dharma penelitian maupun pengembangan teknologi, hingga rekayasa sosial dan digitalisasi,” tutur Jamhari saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk “Benarkah di 2063 Tidak Ada yang Menjadi Petani” Sabtu (10/04/2021) yang diselenggarakan Aku Petani Indonesia Movement.

Baca juga: Seorang Kondektur Bus Ditangkap Polisi karena Jambret Ibu-ibu di Klaten

Jamhari menjelaskan, pada 2063 krisis pertanian tidak hanya di Indonesia tetapi juga di level dunia, di mana akan terjadi divergensi antara supply dan demand produk pertanian.

Menurutnya, Permintaan selalu meningkat akibat populasi yang terus meningkat dan produk pertanian tidak hanya untuk pangan, namun juga difungsikan sebagai pakan atau feed, bahan bakar atau fuel karena minyak dan bahan bakar saat ini semakin terbatas, dan fiber yang digunakan untuk sandang, serta hingga saat ini belum ditemukan pangan sintetis.

“Di sisi lain, kapasitas supply pertanian terus menurun akibat berbagai faktor seperti berkurangnya lahan dan perubahan iklim yang berdampak pada water shortage dan memicu hama pertanian,” terangnya.

Menurut Jamhari, jumlah petani yang diprediksikan tidak ada lagi di tahun 2063 adalah pertanian dengan cara-cara tradisional.

Petani yang mayoritasnya merupakan generasi tua dan berpendidikan rendah.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2020, tenaga kerja di sektor pertanian didominasi oleh tamatan pendidikan dasar atau SD sebesar 29,48 juta orang atau 84,22 persen dan tenaga kerja di rentang umur 25-59 tahun sebesar 24,31 juta orang atau 69,45 persen.

“Profesi petani makin ditinggalkan karena pendapatan usaha tani belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga sebagian besar petani sebanyak 62 persen dengan mengijonkan lahan dan 13 persen meminjam untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, bertambahnya petani tidak berpengaruh terhadap bertambahnya produksi di sektor pertanian pertanian.

Dalam ilmu ekonomi, Marginal Productivity of Labor (MPL) di pertanian masih negatif artinya terlalu banyak orang bekerja di pertanian.

“Sehingga penambahan jumlah pekerja tidak lagi menambah produksi pertanian. Sehingga wajar kalau secara alamiah, jumlah petani konvensional akan terus mengalami penurunan,” ujar Jamhari yang juga merupakan Ketua Forum Dekan Fakultas Pertanian Indonesia ini.

Founder Aku Petani Indonesia Movement, Adhitya Herwin Dwi Putra SP mengungkapkan, Aku Petani Indonesia fokus pada isu regenerasi petani muda.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved