Human Interest Story

Kisah Pemuda Klaten Otodidak Rakit Jam Tangan Kayu, Bisnisnya Moncer Diminati Jepang Hingga Afrika

Siapa menyangka jam tangan kayu yang dipakai oleh ratusan orang yang tersebar di sejumlah negara seperti Jepang, Prancis hingga Afrika Selatan berasal

Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Almurfi Syofyan
Afidha Fajar Adhitya saat merakit jam tangan kayu Eboni Watch di ruang kerja Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Minggu (21/3/2021). 

"Saya tanya ke perajin, apakah bisa buat jam kayu seperti desain saya itu. Ternyata bisa dan saya pesan untuk beberapa unit saja waktu itu," jelasnya.

Pada awal Januari 2015, lanjut alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, setelah jam tangan kayu jadi dirinya iseng untuk menjual di salah satu platform media sosial.

Ia pun tidak menduga, tidak berapa lama setelah foto jam tangan kayu di unggah di media sosial respon pasar terkait dagangannya itu cukup bagus.

Uniknya, pembeli pertama dari jam tangan kayu hasil rakitan Afidha tersebut justru berasal dari Cape Town, Afrika Selatan.

"Yang buat berkesan itu ya pembeli pertama jam tangan kayu ini berasal dari Afrika Selatan. Dia sepertinya kolektor jam kayu," kenangnya.

Saat itu, Kata Afidha, pembeli asal Afrika Selatan itu memesan dua unit jam tangan kayu Eboni Watch tersebut.

"Saat aku jual per unitnya di bawah Rp 1 juta. Tapi ongkirnya mahal, kalau nggak salah Rp 600 ribuan," ucapnya.

Penampakan jam tangan kayu Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Minggu (21/3/2021).
Penampakan jam tangan kayu Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Minggu (21/3/2021). (TRIBUNJOGJA/ Almurfi Syofyan)

Selanjutnya, kata Afidha, hasil penjualan tersebut ia putarkan lagi untuk membuat jam tangan kayu pada tahun 2015 tersebut.

Seiring berjalannya waktu, ia pun menemui kendala di bidang produksi.

Saat itu, perajin kayu yang biasa bekerjasama dengan dirinya kesulitan dalam menyelesaikan pesanan jam kayu.

"Kita kan pesan seminggu, janjinya bisa selesai eh tahu-tahunya jadi dua minggu. Lalu, saat dipaksa bisa selesai seminggu ternyata hasilnya nggak bagus," urainya.

Mendapati fakta demikian, Afidha nekat untuk membuat sendiri jam tangan kayu tersebut.

Ia pun memindahkan tempat produksi yang awalnya di Yogyakarta ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Afidha belajar secara otodidak bagaimana cara memotong kayu dan membuat desain secara sendiri.

"Saya nggak ada keahlian sebenarnya di bidang perkayuan, tapi saya belajar secara otodidak sehingga bisa membuatnya," jelasnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved