Ekspor Salak di Kabupaten Magelang Tetap Stabil di Tengah Pandemi Covid-19
Para petani salak Nglumut di Desa Kaliurang Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang tetap bertahan di antara bencana Gunung Merapi
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Para petani salak Nglumut di Desa Kaliurang Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang tetap bertahan di antara bencana Gunung Merapi dan pandemi Covid-19.
Para petani salak organik Merapi itu berada dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ngudi Luhur.
Ketua Gapoktan Ngudi Luhur Kaliurang, Agus Pawiro mengatakan, terdapat lima kelompok tani yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Pasca ekspor salak ke Cina dihentikan pada 2019, pihaknya masih mengirim salak ke berbagai negara seperti Malaysia, Australia, New Zealand, Kamboja dan Jerman.
Baca juga: Dr Aqua Dwipayana : Kehormatan Besar Prajurit Tugas ke Papua
Untuk negeri matahari terbit itu permintaan pengiriman salak organik minimal 1 ton per hari atau sekitar 30 ton per bulannya.
Saat ini, lanjut Agus, dari 500 anggota kelompok tani secara rutin mengirim salak organik ke Thailand dengan kapasitas 350 koli (3.150kg) atau empat ton/ minggu.
"Ke Cina dari 2009 hanya sampai 2019 kemudian tutup. Apalagi saat Imlek pengiriman bisa lima ton per hari," kata Agus.
Berkat ketekunan, Gapoktan ini telah memiliki sebuah gedung produksi pengemasan Packing House. Setelah dipanen, di tempat ini proses penyortiran dan pembersihan buah salak segar dilakukan setiap hari.
Berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III erupsi Gunung Merapi, ribuan hektar lahan pertanian salak lumut terhampar di wilayah ini.
Meski Gunung Merapi berstatus Siaga, aktivitas produksi dan pasokan salak lumut organik tetap stabil.
"Luas lahan yang terregister organik 128 titik dengan jumlah petani 500 orang, total produksi 60 ton per bulannya," jelas Agus.
Dengan ekspor itu, lanjutnya, mampu meningkatkan kesejahteraan para petani.
Agus mencontohkan salak kualitas ekspor harga beli ke petani relatif stabil yakni Rp8.000-10.000/kg.
Harga itu lebih tinggi dibanding harga pasar lokal yang fluktuatif antara Rp3.500-5.000/kg.
Meski demikian, Agus mengaku diperlukan semangat dan kerja keras untuk bertahan di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.