Pemkot Yogyakarta: Pedagang Penolak Vaksin Wajib Swab Antigen 3 Hari Sekali untuk Syarat Berjualan
Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi berujar, sesuai informasi dari komunitas PKL serta pedagang pasar
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta siap memulai proses vaksinasi Covid-19 tahap ke dua per 1 Maret 2021 mendatang.
Para pedagang dan pelaku wisata di Malioboro, serta Pasar Beringharjo jadi sasaran pertama.
Bagi mereka yang menolak imunisasi, ada konsekensi tertentu.
Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi berujar, sesuai informasi dari komunitas PKL serta pedagang pasar, masih dijumpai penolakan vaksinasi di lapangan.
Baca juga: Seniman Muda Klaten Tampilkan Karya Sepanjang 32,4 Meter yang Terbuat dari Sampah
Karena itu, pihaknya pun menyiapkan sanksi, terhadap mereka yang tak bersedia diinjeksi vaksin.
Namun, meski Presiden Jokowi sudah meneken Perpres No.14 Tahun 2021, yang memuat sanksi administratif, maupun hukum pidana bagi orang yang menolak, Pemkot memilih untuk menerapkan punishment yang sedikit beda.
"Ya, ini kan sedang kita bahas, yang tidak ikut vaksinasi itu, kalau mau berdagang, setiap tiga hari sekali harus swab antigen secara mandiri," jelasnya, Senin (22/2/21).
Menurutnya, sanksi tersebut diterapkan untuk mendorong, supaya pedagang bersedia divaksin, mengingat imunisasi adalah demi kebaikan bersama.
Terlebih, vaksin Covid-19 sejauh ini sudah terbukti aman ketika diinjeksi ke para paramedis, sehingga pedagang tak perlu khawatir.
"Ya, itu (sanksinya). Jika tidak mau vaksinasi, kalau dia mau jualan, setiap tiga hari sekali wajib menunjukkan hasil swab antigen. Semoga tidak ada penolakan," terangnya.
Wakil Wali Kota Yogyakarta itu mengatakan, berdasar data, terdapat lebih kurang 20 ribu pelaku wisata yang mendapat jatah vaksinasi di sepanjang Malioboro. Yakni meliputi, 8.141 pedagang di Pasar Beringharjo, 2.600 PKL, 9.300 karyawan toko, maupun hotel, sampai petugas keamanan.
"Kita dorong secepatnya (mendaftar), karena harapan kami setelah nakes selesai, langsung masuk ke pelayanan publik. Nanti akan ada undangannya dari Dinas Kesehatan, untuk pelaksanannya, lewat ketua komunitas," katanya.
"Yang tidak registrasi, tidak bisa ikut vaksin. Jadi, ini supaya masyarakat juga tahu, orang tidak bisa divaksin, kalau belum dapat undangan dari penyelenggara. Sekarang tambahan vaksinnya itu sudah sampai di DIY," imbuh Heroe.
Menurutnya, dari sekitar 20 ribu pelaku wisata yang sudah terdata, belum semuanya melakukan registrasi.
Ia mengakui, tingkat pemahaman terhadap teknologi informasi menjadi kendala, lantaran pendaftarannya secara online.
Baca juga: BANJIR, Perjalanan Kereta Api ke Jakarta Dibatalkan, Uang Kembali 100 Persen, Berikut Daftarnya