Kasus Harian Turun, Tapi Positivity Rate Covid-19 di Sleman Tinggi 

Angka penambahan kasus harian Covid-19 di Kabupaten Sleman di bulan Februari cenderung melandai, atau mengalami penurunan

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Ahmad Syarifudin
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo, saat memberikan keterangan kepada awak media di Kalurahan Maguwoharjo Depok Sleman, Jumat (19/2/2021) 

Kendati, Joko menjelaskan, jumlah tersebut sebagian di antaranya merupakan kasus kematian di bulan Januari.

Datanya di masukkan ke bulan Februari karena alasan konsolidasi baru dilaksanakan pada awal bulan ini.

Sehingga dengan terpaksa sebagian data kematian bulan Januari, dimasukkan di bulan Februari. 

"Tapi sebenarnya angka kematian yang tinggi, ada di bulan Januari yang jumlahnya mencapai 87 kasus," jelas Joko.

Fatality rate dan positivity rate Covid-19 di Sleman masih tinggi.

Hal ini kontras dengan data, tidak ada zona merah dan orange tingkat RT di Bumi Sembada.

Dari total 7.456 RT se-kabupaten Sleman, 608 di antaranya masuk zona kuning. Sementara 6.848 RT lainnya masuk kategori zona hijau.

Joko menjelaskan, kondisi ini tidak lepas dari kriteria zonasi tingkat RT.

Di mana RT akan dikategorikan sebagai zona merah, apabila didalamnya sudah ada lebih dari 10 rumah yang terkonfirmasi positif. 

Baca juga: Usir Jenuh Kala Pandemi, Warga Kampung Surokarsan Kota Yogyakarta Pilih Mancing Saat Hujan

Padahal dalam satu RT umumnya terdiri dari 30-50 rumah.

"Artinya, kalau di satu RT sudah ada 10 rumah berpenghuni kasus positif, itu sebenarnya sudah sangat membahayakan," ungkap dia. 

Pemkab Sleman melalui Sekretaris Daerah Sleman, Harda Kiswaya sebelumnya mengatakan, Kabupaten Sleman memiliki cara sendiri untuk mengaplikasikan PTKM berbasis mikro.

Menurutnya, dalam satu RW terdapat sekitar 300 rumah. Seandainya dalam tracing nanti ditemukan ada 3 - 5 rumah positif Covid-19 secara bersamaan.

Maka, tidak perlu menunggu sampai 10 rumah statusnya akan menjadi merah. 

"Akan kita perketat. Supaya jangan sampai berkembang masif penularannya," ungkap Harda, pada 8 Februari lalu. Namun wacana tersebut, belakangan tidak bisa diterapkan. (Rif)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved