Kasus Harian Turun, Tapi Positivity Rate Covid-19 di Sleman Tinggi 

Angka penambahan kasus harian Covid-19 di Kabupaten Sleman di bulan Februari cenderung melandai, atau mengalami penurunan

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Ahmad Syarifudin
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo, saat memberikan keterangan kepada awak media di Kalurahan Maguwoharjo Depok Sleman, Jumat (19/2/2021) 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Angka penambahan kasus harian Covid-19 di Kabupaten Sleman di bulan Februari cenderung melandai, atau mengalami penurunan dengan rata-rata 67 per hari.

Jumlah tersebut, turun drastis jika dibanding kasus bulan Januari yang mencapai 108 per hari.

Meski kasus harian turun, namun angka positivity rate tinggi. 

"Perkembangan kasus, sejauh ini menurun dibanding bulan Januari. Tapi di Sleman positivity rate-nya tetap tinggi. Kisaran 25 persen," kata Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo, Jumat (19/2/2021). 

Baca juga: UPDATE Covid-19 Kulon Progo: Tambahan 21 Kasus Baru Dilaporkan Hari Ini

Joko menjelaskan, kondisi tersebut bisa terjadi karena positivity rate atau perbandingan antara jumlah kasus positif dengan jumlah tes yang dilakukan, dihitung berdasar hasil positif dari keseluruhan jumlah sampel swab yang diperiksa.

Padahal, pemeriksaan swab selama ini, mengacu berdasarkan aturan Kemenkes revisi ke-V hanya menyasar kepada kontak erat bergejala. 

Umumnya kontak erat yang bergejala itu ketika diperiksa, akan menunjukkan hasil positif.

Sehingga, kata dia, apabila jumlah kasus positifnya sedikit, maka secara otomatis tracing kontak erat menurun dan yang bergejala akan jauh lebih sedikit lagi. 

"Tapi ketika diperiksa hasilnya positif. Sehingga positif rate-nya tinggi. Karena yang diperiksa sedikit," terang Joko. 

Menurutnya, kondisi tersebut jauh berbeda pada saat awal pandemi.

Di mana setiap kasus positif akan dilakukan tracing (pelacakan) dan siapapun yang kontak erat, baik yang bergejala ataupun tidak akan diswab. 

"Itu positif rate-nya rendah tapi yang di-swab banyak," terang dia. 

Joko mengungkapkan, tingkat kematian atau fatality rate di Kabupaten Sleman juga saat ini masih tinggi.

Angkanya mencapai 2,46. Angka itu didapat dari seluruh kasus yang meninggal kemudian dibagi dengan seluruh kasus positif yang ada.

Sepanjang bulan Februari saja, hingga Kamis (18/2/2021) kemarin, ada 68 pasien positif Covid-19 yang dilaporkan meninggal dunia. 

Kendati, Joko menjelaskan, jumlah tersebut sebagian di antaranya merupakan kasus kematian di bulan Januari.

Datanya di masukkan ke bulan Februari karena alasan konsolidasi baru dilaksanakan pada awal bulan ini.

Sehingga dengan terpaksa sebagian data kematian bulan Januari, dimasukkan di bulan Februari. 

"Tapi sebenarnya angka kematian yang tinggi, ada di bulan Januari yang jumlahnya mencapai 87 kasus," jelas Joko.

Fatality rate dan positivity rate Covid-19 di Sleman masih tinggi.

Hal ini kontras dengan data, tidak ada zona merah dan orange tingkat RT di Bumi Sembada.

Dari total 7.456 RT se-kabupaten Sleman, 608 di antaranya masuk zona kuning. Sementara 6.848 RT lainnya masuk kategori zona hijau.

Joko menjelaskan, kondisi ini tidak lepas dari kriteria zonasi tingkat RT.

Di mana RT akan dikategorikan sebagai zona merah, apabila didalamnya sudah ada lebih dari 10 rumah yang terkonfirmasi positif. 

Baca juga: Usir Jenuh Kala Pandemi, Warga Kampung Surokarsan Kota Yogyakarta Pilih Mancing Saat Hujan

Padahal dalam satu RT umumnya terdiri dari 30-50 rumah.

"Artinya, kalau di satu RT sudah ada 10 rumah berpenghuni kasus positif, itu sebenarnya sudah sangat membahayakan," ungkap dia. 

Pemkab Sleman melalui Sekretaris Daerah Sleman, Harda Kiswaya sebelumnya mengatakan, Kabupaten Sleman memiliki cara sendiri untuk mengaplikasikan PTKM berbasis mikro.

Menurutnya, dalam satu RW terdapat sekitar 300 rumah. Seandainya dalam tracing nanti ditemukan ada 3 - 5 rumah positif Covid-19 secara bersamaan.

Maka, tidak perlu menunggu sampai 10 rumah statusnya akan menjadi merah. 

"Akan kita perketat. Supaya jangan sampai berkembang masif penularannya," ungkap Harda, pada 8 Februari lalu. Namun wacana tersebut, belakangan tidak bisa diterapkan. (Rif)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved