Kemiskinan di DI Yogyakarta Meningkat, Kalangan Legislatif Minta Data BPS Benar-benar Diolah
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D DPRD DIY Imam Priyono turut prihatin adanya peningkatan kemiskinan di wilayah DIY.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Terjadi peningkatan garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2020.
Berdasarkan hasil Susenas September 2020 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mencatat garis kemiskinan di DIY sebesar Rp 465.428 per kapita per bulan.
Garis kemiskinan tersebut meningkat 0,42 persen dibandingkan kondisi Maret 2020 yang besarnya Rp 463.479 per kapita per bulan.
Sementara garis kemiskinan makanan tercatat sebesar 335.262 rupiah per kapita per bulan dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar 130.166 rupiah per kapita per bulan.
Sedangkan pada September 2020 jumlah penduduk miskin di DIY sebanyak 503,14 ribu orang.
Baca juga: Manajemen Heha Ocean View Gunungkidul Tanggapi Masalah Perizinan Hingga Pelanggaran Prokes
Jika dibandingkan Maret 2020, terjadi peningkatan penduduk miskin sebanyak 27,4 ribu penduduk.
Sementara itu, persentase penduduk miskin DIY meningkat sebesar 0,52 poin persen menjadi 12,80 persen.
Kepala BPS DIY Sugeng Arianto mengatakan, penduduk miskin DIY wilayah perkotaan meningkat sebesar 27,1 ribu orang menjadi 353,21 ribu orang.
Kondisi tersebut cukup mendominasi peningkatan angka kemiskinan di wilayah DIY, lantaran penduduk miskin di wilayah perdesaan hanya bertambah sebanyak 0,3 ribu orang menjadi 149,93 ribu orang.
Sementara terkait Indeks kedalaman kemiskinan meningkat menjadi 2,079 dan indeks keparahan kemiskinannya meningkat menjadi 0,499.
"Jumlah penduduk miskin secara absolut di wilayah DIY paling banyak terdapat di daerah perkotaan," katanya, kepada Tribun Jogja, Senin (15/2/2021).
Meskipun demikian, secara prosentase, penduduk miskin di perdesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan.
Persentase penduduk miskin di perdesaan tercatat sebanyak 14,57 persen. Dengan demikian, secara rata-rata terdapat sekitar 14 penduduk miskin di antara 100 orang penduduk di perdesaan.
"Sementara persentase penduduk miskin di perkotaan hanya sebanyak 12,17 persen," tambah Sugeng.
Sugeng menjelaskan, pada September 2020, garis kemiskinan di daerah perkotaan tercatat sebesar Rp488.461 per kapita per bulan.
Sementara itu, garis kemiskinan di perdesaan sebesar Rp 404.035 per kapita per bulan.
"Lebih tingginya garis kemiskinan di perkotaan daripada di perdesaan mencerminkan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan," jelasnya.
Ia menambahkan, Selama periode September 2019 sampai September 2020, jumlah dan persentase penduduk miskin di wilayah perkotaan menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
Data BPS mencatat, pada September 2019, jumlah penduduk miskin perkotaan tercatat 298,74 ribu orang.
Satu semester kemudian, pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 326,13 ribu orang atau bertambah sebanyak 27,39 ribu orang.
Selanjutnya, pada September 2020, jumlah penduduk miskin kembali bertambah sebanyak 27,1 ribu orang menjadi 353,21 ribu orang.
"Tingkat kemiskinan di perkotaan juga menunjukkan kecenderungan yang sama dengan pergerakan jumlah penduduk miskin secara absolut," terang dia.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D DPRD DIY Imam Priyono turut prihatin adanya peningkatan kemiskinan di wilayah DIY.
Ia menegaskan, tugas pemerintah DIY untuk mengentaskan kemiskinan kian bertambah di 2021 ke depan.
"Menurut saya pemerintah dan legislatif harus hadir. Artinya data yang ada di BPS saat ini harus benar-benar diolah, dan bukan hanya sebagai pemaparan setiap tahun saja," katanya.
Baca juga: Pemkot Pantau Perkembangan dan Sebaran Kasus Covid-19 di Pengadilan Negeri Yogyakarta
Imam menambahkan, keterbatasan pengetahuan teknologi di pedesaan membuat kemiskinan di desa jauh lebih subur daripada di kota.
Hal itu diakuinya setelah beberapa waktu yang lalu, dirinya sempat melakukan pendalaman di lapangan.
"Hasilnya tiga kelurahan di Kota Yogyakarta itu mereka yang dulunya di PHK akhirnya berjualan secara online. Ekonomi mereka tergerak, ide berjualan online itu muncul dari Rt-nya. Nah, kalau di desa kan terbatas. Sarana dan SDM-nya minim," terang dia.
Untuk itu, dirinya meminta agar pemerintah DIY harus menunjukan progres terkat upaya pengentasan kemiskinan.
"Ya walaupun pandemi COVID-19 ini berpengaruh dengan kesejahteraan, tapi pemerintah harusnya hadir, buatlah lapangan kerja baru, gerakan usaha kecil, UMKM dan lainnya," pungkasnya. (hda)