Bisnis
Terdampak Pandemi, 50 Hotel dan Restoran di DI Yogyakarta Mati Sampai Jual Aset
Sebanyak 50 hotel dan restoran yang tutup adalah kebanyakan hotel non-bintang, restoran kecil dan rumah makan.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Puluhan hotel dan restoran di DIY tutup akibat tak dapat lagi menanggung biaya operasional mereka, sebagai dampak perpanjangan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTKM) di DIY.
Kurang lebih ada 50 hotel dan restoran yang menyatakan bangkrut.
Karyawan dirumahkan dan di-PHK, sampai menjual aset dan properti mereka.
Berdasarkan data dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, dari 400 hotel dan restoran anggota PHRI di DIY, sebanyak 171 masih aktif tetapi dalam kondisi terengah-engah.
• Terdampak Pandemi, 50 Hotel dan Restoran di DI Yogyakarta Gulung Tikar
Sebanyak 100 sudah tutup dari awal pandemi dan dalam status menunggu.
Sementara 50 hotel dan restoran sudah menyatakan diri close atau mati.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengatakan, dampak dari PSTKM/PPKM ini sangat besar terhadap bidang pariwisata termasuk hotel dan restoran di DIY.
Akibatnya, banyak hotel yang tutup atau mati karena tak mampu lagi menahan beban, sementara cash flow mereka telah habis dan pendapatan tak ada.
"Sebanyak 400 hotel anggota PHRI, hotel dan restoran, Yang sekarang aktif hotel dan restoran itu 171 dan dalam kondisi terengah-engah. Sekitar 100-an sudah tutup dari awal pandemi, untuk melihat situasi dan kondisi. Kemudian yang 50, sudah menyatakan diri close atau mati. Karena tidak kuat lagi dengan beban dan cash flow mereka sudah habis," tuturnya, Rabu (3/2/2021).
Sebanyak 50 hotel dan restoran yang tutup adalah kebanyakan hotel non-bintang, restoran kecil dan rumah makan.
Meskipun ada juga hotel bintang dari bintang satu dan empat yang tutup.
• Tanggapan DPRD DIY Soal Adanya 50 Hotel di DI Yogyakarta yang Asetnya Terjual
Hotel dan restoran yang masih jalan saja dalam kondisi terengah-engah menahan beban dari pembatasan tersebut.
"Memang ada beberapa hotel bintang, bintang satu sampai empat ada. tapi tak banyak. Kebanyakan adalah non bintang. Bukan ratusan tapi puluhan yang seperti itu. Yang ratusan itu yang terengah-engah," tuturnya.
Belum lagi karyawan yang terpaksa dirumahkan dan di-PHK. Dari 171 hotel yang masih buka sendiri sudah banyak yang dirumahkan.
Apalagi karyawan hotel yang sudah menyatakan mati.
"Seperti yang terengah-engah sudah banyak yang dirumahkan 171 yang masih buka. Sudah banyak dirumahkan. Kalau yang mati kan PHK. Padahal mereka tidak punya uang untuk pesangon dan lain-lain. Satu-satunya jalan menjual aset," tuturnya.
Hotel dan restoran yang sudah tutup juga menjual aset mereka, demi menanggung tagihan, pesangon dan lain-lain.
"Hotel dan restoran yang tutup jual aset, ya karena dia mau apalagi, yang untuk biaya karyawannya mengaji, menanggung tagihannya darimana kalau sudah tak bisa apa-apa. Ya properti mereka (dijual), karena sudah tutup. Karena sudah tutup ya ngapain. Sudah tak ada kekuatannya," tuturnya.
• Tingkat Okupansi hotel Jeblok, PHRI DIY: PSTKM Ini Berpotensi akan Menambah Korban Lagi
Pihaknya mengatakan perlunya sentuhan dari pemerintah.
Ada solusi seperti relaksasi dan insentif.
Hal ini karena dari PPKM yang pertama saja, sudah 30 hotel dan restoran yang tutup.
Tahap kedua sebanyak 20.
Jika kondisi ini terus berlanjut, ditakutkan lebih banyak lagi korban.
"Oleh karena itu kita butuh sentuhan dari pemerintah, misalnya solusi relaksasi insentif, karena dengan PTKM ini yang pertama saja sudah 30 hotel dan restoran yang menyatakan dia mati atau tutup. Ditambah yang kedua ini tambah 20 menjadi 50 jadi total 50 di DIY. Kalau tak ada, bisa tambah banyak korban," tuturnya.( Tribunjogja.com )