Dokter Spesialis Patologi RSA UGM: Perjalanan Covid-19 di Tubuh Bisa Dilihat dari Rapid Tes dan PCR

Peneguhan diagnosa Covid-19 saat ini, masyarakat disuguhkan oleh tiga alat deteksi cepat yakni swab PCR, rapid antigen dan rapid antibodi.

Editor: Kurniatul Hidayah
Istimewa
Dokter spesialis patologi klinik dari Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM dr Titien Budhiaty MSc SpPK 

TRIBUNJOGJA.COM - Peneguhan diagnosa Covid-19 saat ini, masyarakat disuguhkan oleh tiga alat deteksi cepat yakni swab PCR, rapid antigen dan rapid antibodi.

Ketiganya bisa dianggap mampu mendeteksi seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.

Namun swab PCR sampai saat ini dianggap paling mendekati akurat.

Sebab antigen virus bisa dideteksi setelah beberapa hari setelah tertular.

Sedangkan antibodi akan terbentuk setelah 7 atau 14 hari setelah terpapar.

Baca juga: Pemkab Sleman Berencana Perpanjang Lagi Status Tanggap Darurat Gunung Merapi 

Hal itu dikemukakan oleh dokter spesialis patologi klinik dari Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM dr Titien Budhiaty MSc SpPK dalam diskusi yang bertajuk 'Rapid Antibodi, Rapid Antigen dan PCR apa bedanya?' belum lama ini.

Seperti diketahui, pemeriksaan lewat swab PCR dilakukan dengan mengambil sampel usap di hidung dan tenggorokan.

Rapid antigen dilakukan dengan mengambil hasil usap di hidung.

Sedangkan rapid antibodi dilakukan dengan mengambil darah si pasien.

Titien menjelaskan bahwa ketiga alat deteksi cepat Covid-19 ini sebenarnya bertujuan untuk mengetahui perjalanan penyakit Covid-19 yang masuk ke dalam tubuh seseorang.

Meski demikian untuk memastikan tertular dan tidaknya, hasil deteksi lewat swab PCR dianggap paling menentukan.

Sebab lewat PCR bisa menentukan ada tidaknya virus.

“Sementara dua alat deteksi lainnya lebih mengarah pada antigen virus dan terbentuknya antibodi,” katanya.

Baca juga: Daftar Persyaratan Seleksi CPNS 2021 : Dokumen Penting, Alur Pendaftaran hingga Usulan Formasi

Namun begitu, pilihan untuk menggunakan alat deteksi lewat PCR untuk saat ini dirasakan biayanya cukup mahal untuk sekali pemeriksaan sehingga masih memberatkan sebagian masyarakat.

Menurut Titien, jika merasa ada gejala dengan seperti demam, pilek atau batuk, tidak selalu mengarah pada gejala Covid-19.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved