Jembatan Penghubung Antar Dusun di Desa Bumirejo Magelang Putus
Jembatan penghubung antar dusun yang berada di area Dukuh, Desa Bumirejo, Mungkid, Kabupaten Magelang putus.
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Jembatan penghubung antar dusun yang berada di area Dukuh, Desa Bumirejo, Mungkid, Kabupaten Magelang putus.
Material jembatan hanyut terbawa arus Sungai Elo karena debit air yang meninggi akibat guyuran hujan beberapa hari terakhir.
Imbasnya, mobilitas warga menjadi terganggu.
"Bisa dibilang jembatan ini akses utama warga yang dari Dusun Gamol ke Dukuh dan begitu juga sebaliknya," kata Miselan (35) warga sekitar saat ditemui di lokasi, Kamis (28/1/2021).
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 Tahap Kedua di DI Yogyakarta, Wagub DIY Kembali Terima Suntikan Vaksin
Baca juga: Bank BPD DIY dan BPR Restu Artha Yogyakarta Teken Nota Kesepahaman
Dia menjelaskan, jembatan itu diketahui putus pada Rabu malam kemarin.
Saat itu hujan memang mengguyur daerah setempat dengan intensitas sedang.
Debit air yang melonjak cukup signifikan diperkirakan mengikis tiang penyangga jembatan yang berada di sisi timur hingga hanyut terbawa arus.
"Saya bangun paginya sudah nggak ada jembatannya. Memang sudah lama jembatannya itu kalau tidak salah sejak 1992," ujarnya.
Sebelumnya jembatan itu diketahui juga sudah dalam kondisi kurang layak sejak beberapa bulan terakhir.
Tiang penyangga yang berada di sebelah timur disebut telah lebih dulu terkikis dan tanah yang menjadi penahan sudah longsor.
"Yang sebelah timur itu memang sudah roboh duluan, nah itu awalnya mungkin itu dan ditambah lagi dengan banjir itu, makanya langsung hanyut jembatannya," jelas dia.
Baca juga: Hasil Temuan Sementara dari Ilmuwan Terkait Virus Nipah, Potensi Penularan hingga Risiko Kematian
Baca juga: Di Jerman Ada Penjara Khusus Bagi Pelanggar Protokol Karantina Covid-19, Begini Penampakannya
Kepala Dusun Dukuh Desa Bumirejo, Sugiarti menyatakan, pihaknya telah mengetahui bahwa jembatan itu putus.
"Memang sejak tiga bulan terakhir kondisinya sudah cukup parah," imbuhnya.
Awalnya warga membangun jembatan dengan bermodalkan bambu saja.
Setelah pemerintah memberikan bantuan senilai Rp 5 juta, pemerintah desa dan warga sekitar akhirnya membangun jembatan dengan material baru secara swadaya.
"Itu lebarnya hanya dua meter dengan panjang 25 meter," kata Sugiarti.
Pihaknya berharap pemerintah mampu mengalokasikan bantuan kembali agar jembatan yang merupakan akses utama itu bisa dibangun kembali.
"Harapannya ya pemerintah bisa kasih bantuan ya, karena jembatan ini memang jadi penghubung utama dan kalau lewat jalur lain warga harus memutar jauh," imbuhnya. (jsf)