Prihatin PSTKM Diperpanjang, PHRI DIY Aksi Pasang Pita Hitam

Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY melakukan aksi pasang pita hitam, Selasa (26/1/2021).

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, memasang pita hitam di dada kiri sebagai bentuk keprihatinan atas perpanjangan PSTKM, Selasa (26/1/2021). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY melakukan aksi pasang pita hitam, Selasa (26/1/2021).

Aksi pasang pita hitam ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah memperpanjang PSTKM di DIY, tanpa ada kebijakan khusus untuk para pelaku usaha hotel dan restoran yang terpukul dengan pembatasan kegiatan masyarakat tersebut.

"Ya kita pasang pita hitam di dada kiri sebagai simbol keprihatinan pariwisata Indonesia khususnya DIY," kata Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, Selasa (26/1/2021).

Lanjutnya, pihaknya hanya bisa pasrah dan bertahan dengan kebijakan perpanjangan PSTKM ini.

Namun, ia tetap menunggu solusi dari pemerintah agar para pelaku hotel dan restoran tetap bisa bertahan.

"Ya mau apa lagi kita? Tinggal kita menunggu solusi pemerintah untuk kita tetap bisa bertahan operasional. Itulah kita hanya bertahan dengan pasrah sedikit semangat," tuturnya.

Pihaknya sendiri akan mengirim surat kepada Gubernur DIY, Bupati dan Wali Kota di DIY terkait penolakan terhadap perpanjangan PSTKM. Mereka juga menuntut relaksasi dari pemerintah.

Baca juga: PSTKM Jilid Dua, Satpol PP DIY Bakal Sita KTP Wisatawan Yang Tak Patuh Prokes

Baca juga: Tolak Perpanjangan PSTKM, PHRI DIY Akan Surati Gubernur, Bupati, Hingga Wali Kota di DI Yogyakarta

Alasan PHRI DIY menolak PSTKM sendiri adalah karena tingkat okupansi yang melorot, sementara biaya operasional terus berjalan.

Rata-rata tingkat okupansi adalah sebesar 13,5 persen di semua kelas di hotel di DIY. Bahkan, dari 400 hotel dan restoran, hanya 170 yang masih beroperasi.

Menurut Deddy, PSTKM akan berpotensi menambah korban lagi jika tetap diperpanjang.

Pihaknya meminta intervensi dari pemerintah untuk memberikan relaksasi agar para pelaku usaha hotel dan restoran di DIY ini dapat bertahan.  

Relaksasi atau keringanan yang dimaksud untuk keringanan pembayaran untuk operasional mereka.

Keringanan pembayaran seperti listrik atau PLN, BPJS dan biaya lain yang mesti ditanggung oleh perusahaan. Kemudian pajak yang diturunkan dari 10 persen menjadi 5 persen.

"Relaksasi keringanan pembayaran PLN, BPJS. Kita tidak bisa meninggalkan karyawan, malah ada yang tak digaji.

Yang masih digaji, BPJS masih ditanggung perusahaan. Kemudian pajak, kredit, segala pajak.

Kalau pajak hotel, kan ini 10 persen diturunkan sampai masa pandemi berakhir. Dari 10 persen, beban tamu, dari 10 persen menjadi 5 persen," tutur Deddy sebelumnya. (Tribunjogja/Rendika Ferri Kurniawan)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved