PSTKM

Jangan 'Nekak', Ini Aspirasi Paguyuban Pedagang di Malioboro yang Tak Setuju PSTKM Diperpanjang

Paguyuban pedagang kaki lima, kuliner, dan pedagang kecil lain di Kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, kompak, meminta pemerintah

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Nanda Sagita Ginting
Suasana Malioboro pada hari pertama penerapan PSKTM, Senin (11/01/2021) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Paguyuban pedagang kaki lima, kuliner, dan pedagang kecil lain di Kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, kompak, meminta pemerintah daerah agar tak memperpanjang Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTKM) di DIY. 

Menurut mereka, PSTKM justru akan menyulitkan warga kecil dan pelaku usaha yang mengandalkan pendapatan harian untuk kehidupannya.

"Dampaknya kepada teman-teman pelaku usaha di kawasan Malioboro. Ternyata yang mengalami dampak tak hanya pedagang kaki lima, tetapi juga toko, mall, becak, andong, asongan Semua terkena dampak kebijakan tersebut. Penurunan itu rata-rata di atas 80 persen. Bahkan sebagian pedagang kaki lima yang berjalan sore dan malam hari, itu sudah tak berjualan sejak kebijakan itu diterapkan," ujar Presidium Paguyuban Kawasan Malioboro, Sujarwo, saat dihubungi Tribun Jogja, Kamis (21/1/2021).

Sujarwo mengatakan, pihaknya telah meminta kepada Pemda DIY untuk tak memperpanjang PSTKM.

Baca juga: PSTKM di DI Yogyakarta Diperpanjang, Pemda DIY Tunggu Instruksi Lebih Lanjut dari Kemendagri

Baca juga: BPPTKG: Deformasi Atau Penggembungan Tubuh Gunung Merapi Merosot, Menjadi 0,2 Cm Per Hari

Alih-alih dengan penegakkan disiplin protokol kesehatan saja yang diperketat dan penerapan sanksi, tanpa adanya PSTKM lagi.

Dengan begitu, pedagang dapat berjualan lagi seperti sedia kala.

"Kita sudah minta ke pemerintah DIY untuk tidak memperpanjang PTKM. Jadi yang penting penegakkan disiplin protokol kesehatan. Tak diperpanjang tapi penegakkan disiplin protokol kesehatan ini yang lebih ditegaskan. Pedagang sudah siap kalau memang melanggar satu kali peringatan, dua kali peringatan, tiga kali sanksi. Yang penting itu bisa berjualan," katanya.

Namun, jika terpaksa diperpanjang, paguyuban-paguyuban memberikan usulan agar pedagang kuliner maupun lesehan di sana tetap bisa menerima tamu dan waktu operasional yang diundur pembatasannya dari pukul 19.00 WIB menjadi pukul 22.00 WIB.

"Teman-teman punya usulan, meskipun sebenarnya tak efektif banget tapi sedikit bisa membuat bernapas. Jadi kalau ini diperpanjang, kita minta jam buka untuk bisa menerima tamu makan di tempat diperpanjang. Dari jam 19.00 sampai jam 22.00 WIB. Selama ini kan tidak boleh setelah jam 19.00, tamu makan di tempat. Ya kita minta ditarik mundur sampai jam 22.00," tutur Sujarwo.

PSTKM lebih baik tak diperpanjang, tetapi protokol kesehatan saja yang diperketat dengan sanksi yang terukur. Protokol kesehatan yang sudah sesuai dengan anjuran dari Satgas Covid-19.

Namun jika terpaksa diperpanjang, mesti ada dispensasi untuk para pedagang, sehingga mereka tak lagi terpuruk. Seakan dikurung, tapi tak ada kebijakan apa-apa dari pemerintah.

"Kita sebenarnya ikut arahan pemerintah, seperti memakai masker, hampir semua pedagang disiplin memakai masker. Cuci tangan dan hand sanitizer. Di Malioboro ini sekarang sangat sepi. Pedagang yang jualan sedikit. Sebagian konsumen orang dalam dan yang masuk cuma 25 persen. Jadi kami harapkan kebijakan dari pemerintah," tuturnya.

Paguyuban Kuliner dan PKL Minta Kebijakan Pemerintah

Sama halnya dengan Ketua Paguyuban Kuliner Malioboro dan Paguyuban PADMA, Yati Dimanto.

Ia mengatakan, pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang tidak 'nekak' rakyat kecil.

Bukan hanya pedagang kecil yang terdampak, sekelas hotel dan restoran saja menjerit karenanya.

"Seharusnya dari pemerintah membuat kebijakan yang tidak nekak rakyat kecil. karena yang hotel, toko, pengusaha aja bengok, apalagi teman yang berdagang sehari, dapatnya hari itu. Seandaianya harus diperpanjang, mbok punya kebijakan yang menguntungkan," ujarnya, Kamis (21/1/2021).

Selama ini, pedagang juga telah tertib melaksanakan protokol kesehatan.

3M dengan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak telah dilaksanakan.

Kapasitas tempat makan juga dikurangi sampai 50 persen.

Ia berharap itu saja yang diberlakukan, tanpa PSTKM lagi.

"Masalah protokol kesehatan, siang malam sudah menaati peraturan. Satu contoh tempat cuci tangan, hand sanitizer, masker tak lepas, kursi tak penuh dan menjaga jarak. kapasitas 50 persen saja untuk menjaga jarak," ujarnya.

Ketua Paguyuban Pedagang Makanan Siang (PPMS) Malioboro, Suparno Sito, mengatakan, pihaknya sudah mengajukan permohonan kepada gubernur dan walikota untuk memohon agar PSBB tak diperpanjang. Permohonan itu sudah diajukan melalui surat resmi.

"Kita akan melaksanakan sesuai instruksi dari Gugus Covid-19, tetap menaati protokol kesehatan. Kemarin melayangkan surat resmi kepada walikota dan gubernur. Semua komunitas di kawasan Malioboro tak hanya PKL, tetapi juga pengusaha toko, pengemudi andong, becak, semua komunitas pelaku usaha di malioboro, melayangkan surat dan memohon kepada pemerintah selaku pemangku kebijakan untuk tidak memperpanjang PSBB (PSTKM)," ujarnya, Kamis (21/1/2021).

Baca juga: BREAKING NEWS: REKOR BARU, Tambahan 456 Kasus Baru di DI Yogyakarta Dilaporkan Hari Ini

Baca juga: Epidemiolog UGM: PSTKM Berlanjut, Satgas Covid-19 dan Relawan di Tingkat RT RW Harus Jalan

Menurutnya, perpanjangan PSTKM akan memberatkan mereka pedagang kecil menengah yang menggantungkan hidup di sana.

Namun, jika PSTKM tetap diperpanjang, pemerintah daerah sebaiknya memberikan kompensasi, karena adanya kebijakan ini sangat memukul para pelaku usaha dan rakyat kecil.

"Pada prinsipnya kami UKM yang tergabung dalam kontek kawasan Malioboro dan UKM yang ada usaha di Malioboro. Pada prinsipnya kita sangat berat. Kalau kita tak setuju, itu juga kebijakan pemerintah. Kita berat, kalau itu toh diperpanjang lagi. Ekonomi di kami sangat terpuruk.

Pelaku usaha di pariwisata sangat terpuruk dan akan sangat berat jika itu diperpanjang. Namun, kalau ada ketentuan dari pusat dan ditindaklanjuti oleh Pemda DIY dan Pemkot Jogja, mungkin kami bisa  minta diupayakan semacam kompensasi agar kami ibarat dikurung tapi tak dikasih solusi bagaimana mencari makan," ujarnya.

"Harapan kami kalau pemerintah memperpanjang PSBB ada semacam kompensasi kepada kami, pelaku usaha sedikit membantu meringankan beban hidup. Kalau bisa, kita berharap tak diperpanjang, tapi kita siap menaati prokes. Kita awal covid muncul, kita menjalankan protokol kesehatan sejak Maret 2020 lalu," tambah Sito. (rfk)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved