Penyerang PSS Sleman Saddam Gaffar Bercerita Pengalaman Pelatihan di Spanyol

Penyerangan PSS Sleman, Saddam Emiruddin Gaffar, berbagi cerita soal pengalamannya menimba ilmu sepak bola di Spanyol

Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
Dok PSS
Penyerangan PSS Sleman, Saddam Emiruddin Gaffar 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penyerangan PSS Sleman, Saddam Emiruddin Gaffar, berbagi cerita soal pengalamannya menimba ilmu sepak bola di Spanyol, Desember 2020 lalu.

Ia diboyong pelatih tim nasional Indonesia Shin Tae-Yong bersama 29 pemain U-19 lainnya.

Di Spanyol, pelatihan yang diberikan lebih banyak menekankan kedisiplinan dan mental  setiap pemain.

Waktu latihan yang padat, membuat Saddam harus siap secara fisik. Manajemen waktu jadi sesuatu yang krusial di pusat Latihan Spanyol.

"Kalau sudah capek, lebih dipaksa lagi. Gak gampang nyerah," Ujarnya.

Beberapa aturanpun diterapkan sepanjang waktu, tidak hanya di dalam lapangan, pada keseharian, setiap pemain harus memerhatikan kedisiplinan.

Baca juga: Penjelasan Menteri Agama Terkait Nasib Penyelenggaraan Ibadah Haji 2021

Baca juga: Dilematika Penambahan Kapasitas Rumah Sakit Rujukan Covid-19, Dinkes Gunungkidul: SDM Kita Terbatas

Jika tidak, siap-siap uang melayang. Sebagai hukuman, denda menjadi opsi yang diambil di sana.

"Kalau telat denda Rp 300 ribu. Telat latihan denda 1 juta. Itu paling jelek. Bisa juga dipulangin," imbuh Saddam.

Pemain asli Jepara ini bercerita kalau dirinya tidak kesulitan beradaptasi dengan kondisi di Spanyol.

Namun, ia sempat kelelahan saat pelatihannya di Thailand. Pasalnya waktu istirahat yang diberikan terbatas.

"Perjalanan ke lapangan 1,5 jam. Latihan jam 10 makan siang jam satu. Selesai latihan jam 11, mepet banget sama makan siang. Kadang gak mandi tapi langsung makan siang dulu. Abis makan siang jam tiga sore sudah latihan lagi, " paparnya.

Pola tersebut diterapkan pada pelatihan selama tiga pekan itu, dan bertujuan supaya stamina setiap pemain dapat meningkat, dan tidak mudah lelah.

Terlebih, masalah fisik adalah kendala para punggawa timnas saat bertanding 90 menit penuh di lapangan.

Panas di awal dengan tempo yang tinggi, namun menjelang sepertiga akhir pertandingan sering kali kedodoran.

Bagi Saddam, melihat program pelatihan yang diberikan oleh pelatih STY sebagai ajang peningkatan kemampuan individu, dari sisi mental dan fisik.

Selanjutnya, kenyataan pahit pun harus diterima oleh para pemain yang mengikuti pusat pelatihan.

Tim yang diproyeksikan mengisi skuad Piala Dunia U20 tahun ini, harus kandas di tengah jalan, lantaran penyebaran Covid-19 yang semakin tidak terkendali.

Baca juga: Tersedia di UDD Kota Yogyakarta, PMI DIY Siap Melayani Donor Plasma Konvalesen Penyintas Covid-19

Baca juga: Agar PSTKM Tak Diperpanjang, Gugas Penanganan Covid-19 Kulon Progo Imbau Masyarakat Disiplin

Pada satu kesempatan, Saddam dan kolega ditanya oleh asisten pelatih timnas U-19, Nova Arianto. Apa yang akan dilakukannya setelah mendengar helatan Piala Dunia diundur? Masih terus berlatih, apa selesai sampai di sana.

Seraya semua menjawab "masih", dan menegaskan akan berusaha keras selanjutnya agar masuk skuad tim senior.

Terakhir, siapa sangka pemain dengan spesialis kaki kiri itu, memiliki cita-cita masuk Tentara Angkatan Udara.

Menurutnya, menjadi pesepakbola tidak memiliki masa tertentu. Setelahnya beberapa akan memilih bekerja di bidang lain, atau tetap di sepak bola menjadi staf atau pelatih.

"Kalau liga belum jalan mau daftar Angkatan Udara. Buat masa depan juga. Soalnya sepak bola kan gak sampe umur ke atas. Paling sampai umur 30-34 juga udah berat," tukasnya. (tsf)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved