Kabupaten Sleman Kembali Berstatus Zona Merah Penularan Covid-19, Berikut Rincian Kasusnya

Lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Sleman kembali melonjak dan kini Sleman berstatus zona merah

news.un.org
ilustrasi Virus Corona (Covid-19) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kabupaten Sleman kembali berstatus zona merah penularan Covid-19.

Padahal, sebelumnya status Kabupaten Sleman sempat membaik dan menjadi zona oranye pada akhir tahun 2020.

Namun, lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Sleman kembali melonjak dan kini berstatus zona merah.  

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman, Joko Hastaryo, mengatakan terhitung sejak Maret 2020 hingga 13 Januari 2021 tercatat ada 6.345 pasien COVID-19 di Kabupaten Sleman.

Persentase kasus sembuh di Sleman hingga saat ini tercatat sebesar 75,24 persen atau 4.774 orang. 

Baca juga: Tak Penuhi Persyaratan Kesehatan, Wali Kota Yogyakarta Gagal Disuntik Vaksin Covid-19

Baca juga: Sri Sultan HB X Tak Akan Terapkan Sanksi Bagi Penolak Vaksin Covid-19 di DIY, Ini Alasannya

Hal itu menunjukkan angka kesembuhan Kabupaten Sleman masih di bawah angka nasional, yaitu 82 persen.

Sedangkan kasus kematian di Kabupaten Sleman mencapai 116 orang atau 1,89 persen. 

"Untuk kasus aktif di Kabupaten Sleman saat ini ada 1.351 atau 21,29 persen. Artinya kasus aktif di Kabupaten Sleman lebih tinggi dari angka aktif nasional yang hanya 14 persen,"katanya, Jumat (15/01/2021).

Ia melanjutkan ada beberapa kendala yang dihadapi Puskesmas, sebab kasus yang ditangani cukup tinggi.

Tingginya kasus yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga, membuat beberapa puskemas kewalahan melakukan tracing. 

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Joko Hastaryo, saat ditemui di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman beberapa waktu lalu.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Joko Hastaryo, saat ditemui di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman beberapa waktu lalu. (Tribun Jogja/Christi Mahatma Wardhani)

Ada lima Puskemas dengan kasus yang cukup tinggi, yaitu Puskemas Ngaglik I, Puskemas Gamping II, Puskemas Depok I, Puskemas Depok II, dan Puskesmas Depok III. 

"Ada beberapa wilayah puskemas yang kasusnya tinggi, sementara tenaganya ya terbatas. Apalagi sekarang diharuskan menerapkan WFH (work from home) sebagian. Kita mengambil cara walaupun WFH tetap bisa memantau lewat handphone masing-masing ke kontak erat,"lanjutnya. 

"Masyarakat mengira kalau kontak erat akan diswab, memang dulu seperti itu. Tetapi karena keterbatasan laboratorium, kami ambil kebijakan swab hanya untuk yang bergejala. Itu boleh, memang seperti itu pedoman dari Kemenkes,"sambungnya. 

Pihaknya menduga tingginya kasus yang dihadapi puskesmas-puskesmas tersebut karena kepadatan penduduk dan dan tingkat mobilitas penduduk yang tinggi. 

Baca juga: Vaksinasi 12.380 SDM Kesehatan, Dinkes Sleman Optimis Rampung Lima Hari

Baca juga: Penambahan 291 Kasus Positif COVID-19 di DI Yogyakarta dalam Sehari, 8 Pasien Dilaporkan Meninggal

Ia berharap dengan adanya Pembatasan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTKM) dapat menekan penularan COVID-19 di Kabupaten Sleman. 

"Dinkes Sleman kan dulu mengusulkan Minggu Tenang COVID-19 pada 9 Januari. Tetapi kemudian dari pusat diminta untuk pengetatan kegiatan masyarakat pada 11 Januari. Kan sama saja, karena konsepnya Minggu Tenang COVID-19 juga mengacu pada PSBB,"tambahnya.

Bupati Sleman, Sri Purnomo disuntik vaksin COVID-19 pertama di Puskesmas Ngemplak 2, Kamis (14/01/2021).
Bupati Sleman, Sri Purnomo disuntik vaksin COVID-19 pertama di Puskesmas Ngemplak 2, Kamis (14/01/2021). (TRIBUNJOGJA/ Christi Mahatma Wardhani)

Angka kematian meningkat

Angka kematian akibat COVID-19 di Kabupaten Sleman mengalami peningkatan.

Namun demikian angka kematian di Kabupaten Sleman masih di bawah angka kematian nasional. 

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Joko Hastaryo, mengatakan dari Maret hingga November 2020 tercatat ada 44 pasien COVID-19 meninggal dunia.

Angka kematian meningkat signifikan di Bulan Desember yang mencapai 48. 

"Kasus kematian meningkat sekali. Dari tanggal 1 sampai 11 Januari sudah ada 23 yang meninggal dunia. Ini termasuk tinggi. Fatality rate kita 1,89 persen, masih di bawah nasional. Jangan sampai meningkat menjadi 2," katanya, Jumat (15/01/2021).

Joko menerangkan meningkatkannya angka kematian di Sleman  terjadi karena pasien COVID-19 memiliki komorbid atau penyakit penyerta.

Dengan adanya komorbid, maka akan memperparah kondisi kesehatan jika terpapar COVID-19. 

"Peningkatan tetap karena komorbid. Apakah ada faktor keterbatasan isolasi, khususnya critical, itu yang perlu pencermatan. Karena ada juga yang isolasi mandiri dan karena menunggu rumah sakit itu meninggal,"terangnya. 

Ilustrasi pasien corona, virus corona, Covid-19
Ilustrasi pasien corona, virus corona, Covid-19 (Shutterstock/Kobkit Chamchod via kompas.com)

Terkait ketersediaan tempat tidur isolasi, ia tak menampik jika sudah hampir penuh. Dari total kapasitas tempat tidur sejumlah 259, sudah terisi 241.

Dengan demikian 85 persen tempat tidur di rumah sakit sudah terisi. 

Dengan kondisi tersebut, pihaknya telah meminta rumah sakit rujukan COVID-19 untuk menambah tempat tidur sebanyak 30 persen.

Namun jika rumah sakit tidak dapat menambah tempat tidur, pihaknya juga tidak bisa memaksa. 

"Kami hanya mengimbau saja dan melakukan pendekatan. Karena memang dari awal Kemenkes RI tidak ada sanksi. Sudah ada beberapa rumah sakit yang merespon, dan dalam waktu dekat harapannya bisa dimanfaatkan,"ungkapnya. 

( tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved