Kota Yogya
Langkah Pemkot Yogya Hadapi Pandemi, Mulai Realokasi Anggaran hingga Aplikasi Pelaporan Warga
Berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk mengatasi situasi pandemi COVID-19 yang melanda hampir di sepanjang 2020.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk mengatasi situasi pandemi COVID-19 yang melanda hampir di sepanjang 2020.
Namun, segala bentuk upaya dan langkah yang dilaksanakan pun tetap mengedapankan keselamatan warga.
Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengatakan, langkah penanganan COVID-19 diawali dengan realokasi anggaran, yang besarannya mencapai Rp167 miliar.
Budget tersebut, dialokasikan untuk upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan ekonomi akibat COVID-19.
"Ini kan langkah kedaruratan, untuk sesuatu yang tidak bisa diprediksi. Makanya, kemudian kita alokasikan anggaran dari hasil refokusing untuk penangulangan, serta penanganan COVID-19 di Kota Yogyakarta," ujarnya.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta Pastikan Tidak Terapkan Penutupan Penuh Malioboro Saat Malam Tahun Baru
"Tapi, tentunya, melihat dari sifatnya, pandemi tidak bisa ditangani secara lokalisir. Yogyakarta selalu terbuka, kita tidak menerapkan PSBB ya, sehingga harus menanggapi kebjijakan lebih luas," imbuh Haryadi.
Dengan tetap bersikukuh membuka akses Kota Yogyakarta secara penuh, maka konsekuensinya, pemerintah diharuskan memiliki antisipasi agar sebaran virus tidak semakin meluas.
Ia menegaskan, bagaimanapun juga, keselamatan warga masyarakat tetap menjadi prioritas.
"Kewaspadaan dan aspek antisipatif harus dikedepankan. Artinya, kebijakan besarnya kita tidak menutup, kemudian kebijakan lokalnya adalah mengantisipasi dengan prioritas keselamatan masyarakat," cetusnya.
Oleh sebab itu, sejumlah destinasi yang selama ini menjadi favorit para pelancong dari berbagai daerah, misal Malioboro, direkayasa sedemikian rupa agar protokol kesehatan dapat berjalan baik, serta tidak diabaikan.
Terlebih, Malioboro senantiasa padat setiap long weekend.
Baca juga: Pemkot Yogya Tak Lagi Terapkan Swab Test untuk Kontak Erat Pasien COVID-19
"Malioboro dibagi dalam lima zona, dengan kapasitas per zonanya maksimal 500 orang. Itu kita awasi betul ya, jangan sampai terjadi kerumunan di sana. Di setiap pergantian zona juga kita sediakan QR Code," tegasnya.
"Kami minta pada publik agar meluangkan waktunya untuk sekadar scan QR Code itu. Jadi, saat terjadi apa-apa, kita bisa dengan mudah melakukan tracing, karena setiap orang yang masuk semua terdata," lanjut Wali Kota.
Dalam upaya pengawasan, ia pun membuat payung hukum melalui Perwal 51/ 2020 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19 pada masa tatanan normal baru di Kota Yogyakarta.
Sehingga, pihaknya leluasa memberi langkah persuasif bagi pelanggar prokes.
Tidak hanya kepada perorangan, beberapa destinasi, serta pelaku usaha yang kedapatan tidak patuh terhadap protokol kesehatan, diganjar tindakan tegas.
Mulai dari penghetian operasional, hingga sanksi penutupan.
"Dalam situasi pandemi ini, saya yakin tidak ada orang yang sengaja melanggar. Yang terjadi adalah orang yang kurang kesadaran, lalu tidak mentaati prosedur. Sehingga, harus diambil penanganan persuasif," katanya.
Baca juga: Cegah Penularan Covid-19 Selama Liburan, Legislatif : Pemkot Yogya Harus Tegas Jalankan Prokes
Haryadi menjelaskan, upaya rekayasa di masa pandemi ini tidak berhenti pada objek wisata saja, tetapi juga pelayanan yang dilakukan Pemkot Yogyakarta.
Menurutnya, pertemuan antara pemberi layanan dengan pemohon, harus ditekan, dengan memanfaatkan skema digital.
Misalnya, di sektor pendidikan lewat sekolah daring, akses layanan kependudukan yang saat ini bisa diperoleh melalui aplikasi Whatsapp, perpustakaan, maupun perizinan online, hingga di sektor kesehatan yang penerapannya sampai di tingkat Puskesmas setiap kecamatan.
"Kita utamakan untuk layanan-layanan yang pada masa normal ada fase menunggunya ya, karena itu rentan terjadi sebaran virus corona," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia pun mengapresiasi peran aktif masyarakat dalam penanggulangan COVID-19 melalui berbagai gerakan 'Nglarisi, Ngluwihi Mbagehi' yang meliputi canthelan sayur, dapur umum untuk warga terdampak, dapur gizi balita, relawan hijau dan relawan mengajar.
Menurutnya, hal tersebut merupakan perwujudan kearifan lokal di masa nan sulit ini.
Satu di antara contoh nyata adalah, saat warga membantu mencukupi kebutuhan pokok tetangga di wilayahnya, yang harus menjalani isolasi mandiri karena dinyatakan positif terpapar COVID-19.
Baca juga: Pemkot Yogya Tegaskan Kewajiban Rapid Test Antigen untuk Wisatawan adalah Demi Kebaikan Bersama
"Banyak warga kita yang harus menjalani isolasi di rumah, ketika itu memungkinkan. Kalau dirasa tidak, Pemkot juga sudah menyediakan Selter di Rusunawa Bener, Tegalrejo. Tanpa dipungut biaya, karena semua kebutuhan sudah ditanggung oleh pemerintah," ujarnya.
Di samping itu, ia menyebut, partisipasi dari para pemangku wilayah di tingkat paling bawah, yakni RT dan RW juga layak diacungi jempol.
Sebab, dengan banyaknya warga domisili seperti mahasiswa atau perantau, RT dan RW harus sigap memantau kehadiran mereka dari luar daerah.
"RT dan RW itu selalu memberikan atensi pada orang-orang dari luar Yogya, dengan mengarahkan aplikasi pelaporan warga yang sudah kami sediakan dan 'kuliah lagi' khusus untuk mendata mahasiswa," tersng Haryadi.
"Aplikasi-aplikasi yang kami sediakan itu, adalah untuk memudahkan, jika terjadi apa-apa, sehingga kita bisa cepat mengambil langkah," pungkasnya. ( Tribunjogja.com )