Pendidikan
Pakar UGM : Varian Baru COVID-19 di Inggris Belum Terbukti Pengaruhi Efektivitas Vaksin
Tes swab PCR bisa digunakan untuk diagnosis infeksi varian baru COVID-19 dengan mendeteksi kombinasi beberapa gen pada virus Corona.
TRIBUNJOGJA.COM - Publik dikagetkan dengan adanya peningkatan jumlah kasus COVID-19 yang signifikan di Inggris Bulan Desember ini.
Hasil analisis genomik virus Corona menunjukkan adanya sekelompok mutasi varian baru pada lebih dari separuh kasus COVID-19 di Inggris tersebut.
Varian ini dikenal dengan nama VUI 202012/01 yang terdiri dari sekumpulan mutasi antara lain 9 mutasi pada protein S.
Varian baru juga ditemukan secara signifikan pada kasus COVID-19 di Afrika Selatan yaitu kombinasi 3 mutasi pada protein S.
Baca juga: Vaksin Belum Tentu Bisa Hentikan Pandemi, Pakar Epidemiologi UGM: Banyak yang Harus Dipersiapkan
Hingga sampai hari ini varian VUI 202012/01 telah ditemukan pada 1.2% virus pada database GISAID, 99% varian tersebut dideteksi di Inggris.
Selain di Inggris, varian ini telah ditemukan di Irlandia, Perancis, Belanda, Denmark, Australia.
Sedangkan di Asia baru ditemukan pada 3 kasus yaitu Singapura, Hong Kong dan Israel.
Dari 9 mutasi tersebut pada VUI 202012/01, ada satu mutasi yang dianggap paling berpengaruh yaitu mutasi N501Y.
Hal ini karena mutasi N501Y terletak pada Receptor Binding Domain (RBD) protein S.
Baca juga: Komitmen UGM Terus Mengabdi di Tengah Pandemi Covid-19
“RBD merupakan bagian protein S yang berikatan langsung dengan receptor untuk menginfeksi sel manusia,” kata Pakar virus dari UGM dr. Gunadi, SpBA, Ph.D., Sabtu (26/12/2020).
Menurutnya mutasi ini diduga meningkatkan transmisi antar manusia sampai dengan 70%.
Namun begitu, mutasi ini belum terbukti lebih berbahaya atau ganas.
“Demikian juga, mutasi ini belum terbukti mempengaruhi efektivitas vaksin Corona yang ada,” katanya.
Untuk deteksi mutasi virus ini, kata Gunadi, tes swab PCR bisa digunakan untuk diagnosis infeksi varian baru COVID-19 dengan mendeteksi kombinasi beberapa gen pada virus Corona.
Baca juga: Ini Prediksi Pakar UGM Terkait Ekonomi Indonesia Bila Pandemi Masih Berkepanjangan
Karena varian baru tersebut terdiri dari multipel mutasi pada protein S, maka diagnosis COVID-19 sebaiknya tidak menggunakan gen S, karena bisa memberikan hasil negatif palsu.
