Guru Besar UGM Masuk 10 Tokoh Berpengaruh Dunia, Dapat Julukan Sebagai Komandan Nyamuk
"Mosquito Commander" atau "Komandan Nyamuk". Begitulah Nature menjuluki Prof Adi Utarini dalam artikel yang dirilis pada 15 Desember 2020 itu
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ikrob Didik Irawan
"Nanti kamu akan ditulis dalam artikel termasuk 10 yang apa itu, tapi tolong jangan bilang dulu ke yang lain, tunggu Nature mengeluarkan artikelnya itu dulu. Begitu kata mereka," ungkap Uut.
"Sepertinya mereka sendiri berdiskusi lalu merilis nama-nama itu. Bukan kami yang mengajukan atau kompetisi. Banyak yang tanya ke saya, kok bisa, ya saya juga enggak ngerti, tanya saja sama Nature. Tidak ada proses dalam tanda petik yang istimewa," sambungnya.
Atas apresiasi tersebut, Uut mengungkapkan, tentu ada rasa syukur yang sangat besar karena ini penghargaan luar biasa untuk penelitian.
Namun, ia tak pernah menganggap hal ini sebagai penghargaan atas dirinya pribadi. Melainkan ini merupakan apresiasi kepada tim peneliti WMP Yogyakarta.

"Saya enggak pernah menganggap ini sebagai penghargaan pribadi. Ini adalah apresiasi untuk seluruh tim penelitian World Mosquito Program Yogyakarta karena saya itu ya mungkin cuma, ya memang harus ada yang mewakili. Ini apresiasi untuk seluruh tim, masyarakat Yogyakarta, pemerintah daerah, Pak Gubernur. Sejak awal merekalah yang membuka pintu, kalau mereka tidak membuka pintu itu kami peneliti juga tidak bisa apa-apa," tutur Uut.
Wanita yang pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Riset Nasional Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tahun 2015-2017 ini menuturkan, masyarakat dan pemerintah daerah (Pemda) telah menaruh kepercayaan yang begitu besar kepada UGM dan tim WMP Yogyakarta, oleh sebab itu Uut dan peneliti lainnya dapat berada sampai saat ini.
"Siapa yang hebat? Yang hebat ya masyarakatnya itu. Itu yang luar biasa," ungkap istri dari almarhum Prof Iwan Dwiprahasto ini.
Dalam rangka memberantas penyakit DBD, WMP Yogyakarta telah mengembangkan teknologi nyamuk aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia sejak 2011 hingga saat ini di DIY. Adapun Uut baru bergabung dalam tim tersebut sejak 2013.
Dengan nyamuk ber-Wolbachia, transmisi virus dengue dari nyamuk ke manusia bisa dicegah. Sebab, bakteri Wolbachia pada nyamuk mampu memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
Uut menjelaskan, hasil yang didapat dari teknologi nyamuk ber-Wolbachia yang timnya kembangkan ternyata sangat signifikan.
Yakni, mampu menurunkan 77 persen kasus DBD pada wilayah intervensi dengan nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia. Wilayah yang sudah dilakukan intervensi di antaranya Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul.
Menurut Uut, penelitian dengan metode RCT yang dilakukan WMP Yogyakarta adalah penelitian pertama dengan sampel terbesar di dunia.
RCT dipilih karena pihaknya ingin melakukan penelitian dengan standar ilmiah dan quality control yang terbaik.
Desain RCT diyakini dapat memberikan tingkat kepercayaan tertinggi kepada masyarakat dibanding desain yang lain.
Penelitian pertama dunia dalam skala besar