Bantul

Satgas PPA Sebut Perlindungan terhadap Anak di Bantul Belum Digarap Serius

Satgas menilai, belum ada perkembangan dalam upaya perlindungan anak, baik dari sisi kebijakan, penganggaran, maupun aksi nyata. 

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Ketua Satgas PPA kabupaten Bantul Muhammad Zainul Zein. 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bantul, Muhammad Zainul Zein mengungkapkan, upaya perlindungan anak di Bumi Projotamansari masih belum digarap serius.

Padahal, Bantul sudah memiliki peraturan daerah (perda) nomor 3/2018 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.

Namun dalam dua tahun terakhir setelah perda tersebut disahkan, ia menilai belum ada perkembangan dalam upaya perlindungan anak, baik dari sisi kebijakan, penganggaran, maupun aksi nyata. 

"Dua tahun terakhir setelah disahkan, esensi Perda itu tidak tampak. Baik berupa kebijakan maupun penganggaran," katanya, berbincang dengan Tribunjogja.com, kemarin. 

Baca juga: Kasus Kekerasan Anak di Bantul Masih Tinggi

Zainul mengatakan, bukti lain soal ketidakseriusan dalam upaya memberikan perlindungan kepada anak di Kabupaten Bantul adalah belum dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) sesuai amanat Perpres nomor 61 tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak.

Meskipun di daerah, amanat tersebut tidak wajib.

Namun, kata dia, keberadaan KPAD sangat penting untuk memberikan masukan soal penyelenggaraan perlindungan anak

Sebab, angka kekerasan terhadap anak di Bantul masih sangat tinggi.

Menurutnya, hingga tanggal 20 November 2020, tercatat sudah ada 229 anak di Bantul yang menjadi korban kekerasan.

Data itu merupakan akumulasi dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Bantul, Polres Bantul, rumah sakit, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).

"Jenis kekerasan, kebanyakan kekerasan seksual pada anak. Pelakunya rata-rata orang yang sudah dikenal, seperti keluarga maupun teman," kata Zainul.

Selain itu, ada juga kasus kekerasan dalam pacaran, tapi itu tidak begitu banyak.  

Baca juga: Kasus Kekerasan Anak Didominasi Kejahatan Seksual

Pihaknya bersama 25 Lembaga pegiat perlindungan anak di Kabupaten Bantul berharap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul, sebagai wakil rakyat dapat mendorong kepada eksekutif agar menjalankan amanat Perpres tentang perlindungan anak dengan membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah di Kabupaten Bantul.

Sebab, Zainul menilai program Kabupaten Layak Anak (KLA) di Bantul dalam dua tahun terakhir belum ada kabar baik. 

Bahkan, justeru nilainya merosot dan menempati peringkat lima se-DIY.

"Padahal dulu masuk rangking tiga di bawah Kota Yogyakarta dan Sleman. Tapi sekarang malah rangking lima disalip oleh Gunungkidul dan Kulon progo," terangnya. 

Sebagaimana diketahui, ada lima tahapan Kabupaten Layak Anak (KLA).

Diawali dari Pratama atau yang paling bawah. Kemudian Madya, Nindya, Utama, dan terakhir KLA atau paripurna.

Zainul mengungkapkan Bantul saat ini masuk dalam Madya kurus dengan Kulon Progo dan Gunungkidul yang sudah Madya gemuk, bahkan Sleman dan Kota Yogyakarta sudah masuk Nindya gemuk.

Apabila upaya perlindungan anak tidak digarap serius, Zainul pesimis, Bantul dapat mengejar ketertinggalan.

Padahal Pemerintah pusat mencanangkan Indonesia KLA 2030, dan Pemda DIY mencanangkan Provinsi KLA pada tahun 2025.

Karenanya, Zainul bersama para pegiat perlindungan anak mendorong legislatif agar menekan Pemkab Bantul supaya lebih serius dalam menangani isu perlindungan anak. 

Baca juga: Kasus Kekerasan Anak di Yogyakarta Masih Tinggi

"Minimal Satuan Tugas Penyelenggaraan Perlindungan Anak langsung di bawah Sekretaris Daerah (Sekda).  Saat ini masih di bawah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)," ucap dia. 

Sementara itu, anggota komisi D DPRD Bantul, Yasmuri mengatakan, ketertinggalan capaian Kabupaten Layak Anak di Bantul perlu mendapat penanganan serius.

Sebab, hal itu menjadi tolak ukur seberapa serius Kabupaten Bantul dalam mengupayakan perlindungan bagi generasi masa depan.

Kemudian soal Perda nomor 3/2018 tentang penyelenggaraan perlindungan anak yang dinilai belum berjalan optimal, Komisi D, kata dia, merekomendasikan agar pelaksanaan Perda dilaksanakan secara komprehensif.

Bukan hanya Dinas Sosial P3A saja, tetapi melibatkan organisasi perangkat daerah lain. Seperti misalnya Disdikpora maupun Dinas Kebudayaan.

"Lalu, Bupati atau Sekda mengkoordinasikan pelaksanaan Perda sehingga ada koordinasi yang baik," kata Yasmuri.

Menurut dia, persoalan ini sangat penting.

Karenanya, lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak di Bantul ke depan perlu dibuat lembaga koordinatif, dan dukungan penganggaran yang memadai. (Tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved