Gunung Merapi
Intensitas Kegempaan Gunung Merapi Meningkat Dua Hingga Lima Kali
Gunung Merapi masih terus menunjukkan aktivitas yang menandakan adanya proses desakan magma menuju permukaan.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
- Peningkatan Aktivitas Merapi Lebih Tinggi November
- Persiapan Mitigasi Bencana di Wilayah Barat

Tribunjogja.com Yogyakarta --- Gunung Merapi masih terus menunjukkan aktivitas yang menandakan adanya proses desakan magma menuju permukaan.
Selama November, intensitas kegempaan Gunung Merapi pun meningkat hingga 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan Oktober.
"Intensitas kegempaan pada bulan ini 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober yang lalu," ujar Kepala BPPTKG, Hanik Humaida, Senin (30/11/2020).
Dalam bulan November kegempaan Gunung Merapi tercatat 1.069 kali gempa Vulkanik Dangkal (VTB).
Tercatat juga 9.201 kali gempa Fase Banyak (MP), 29 kali gempa Low Frekuensi (LF).
Ada 1.687 kali gempa Guguran (RF), 1.783 kali gempa Hembusan (DG), dan 39 kali gempa Tektonik (TT).
Dari aspek visual, tinggi asap maksimum 750 m teramati dari Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan pada 26 November 2020 pukul 05.50 WIB.
Guguran teramati dari Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan dengan jarak luncur maksimal sejauh 3 km di sektor barat ke arah hulu Kali Sat pada 8 November pukul 12.57 WIB.
Hanik menuturkan, analisis morfologi area puncak berdasarkan foto dari sektor tenggara pada bulan ini menunjukkan adanya perubahan morfologi sekitar puncak, yaitu runtuhnya sebagian kubah Lava1954.
Sedangkan, berdasarkan analisis foto drone pada 16 November 2020, teramati adanya perubahan morfologi dinding kawah akibat runtuhnya lava lama.
Terutama Lava 1997 (selatan), Lava 1998, Lava 1888 (barat), dan Lava 1954 (utara).
"Selain itu belum teramati kubah lava baru," imbuh Hanik.

Sementara, deformasi atau pemekaran tubuh Gunung Merapi yang dipantau dengan menggunakan EDM pada bulan ini menunjukkan adanya laju pemendekan jarak sebesar 11 cm/hari.
Dari pemantauan gas CO2 Gunung Merapi bulan ini, Hanik mengungkapkan pemantauan gas dari stasiun VOGAMOS (Volcanic Gas Monitoring System) di Lava1953 menunjukkan nilai gas CO2 (ppm) dengan interval waktu setiap ±3 jam untuk pengambilan data.
"Selama awal bulan ini hingga tanggal 20 November konsentrasi CO2 menunjukkan nilai yang cukup konstan, yaitu rata-rata 525 ppm."
"Setelah periode tersebut hingga akhir bulan ini menunjukkan peningkatan hingga nilai maksimal sebesar 675 ppm," tandasnya.
Dari hasil pengamatan dan analisis tersebut, Hanik menyimpulkan terdapat peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi berupa aktivitas kegempaan internal yang mencapai 400 kali/hari.
Laju deformasi mencapai 11 cm/hari, konsentrasi gas CO2 yang meningkat menjadi 675 ppm.
Serta perubahan morfologi puncak akibat intensifnya aktivitas guguran.
"Data pemantauan ini menunjukkan proses desakan magma menuju permukaan," ucap Hanik.
Ia menambahkan, status Gunung Merapi masih ditetapkan siaga.
Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dan awan panas sejauh maksimal 5 km.
Baca juga: Mengintip Bilik Asmara Tempat Pengungsian Warga Terdampak Gunung Merapi
Mitigasi Bencana
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman mulai menyiapkan mitigasi bencana di wilayah barat. Dua kapanewon yang disasar adalah Kapanewon Turi dan Kapanewon Pakem.
Kasi Mitigasi Bencana BPBD Sleman, Djokolelana mengatakan meskipun saat ini kapanewon yang mendapat rekomendasi hanya Cangkringan, bukan berarti tidak ada potensi bahaya di daerah barat. Jika tidak ada ancaman awan panas, ada kemungkinan dampak lain yaitu abu vulkanik.
Menurut dia, abu vulkanik juga perlu mitigasi. Sebab hal itu juga akan mempengaruhi masyarakat.
"Kelud kemarin, kita tidak terkena dampak awan panas, tetapi ada dampak abu vulkanik. Mencontoh seperti Kelud kemarin. Jika Merapi erupsi, kan masih ada kemungkinan ada dampak abu vulkanik. Abu vulkanik mempengaruhi kehidupan masyarakat, mislanya saja saat menanam. Pasti ada perubahan. Nah itu juga perlu dipikirkan,"katanya, Minggu (29/11/2020).

Ia melanjutkan saat ini memang belum ada rekomendasi, namun demikian kesiapsiagaan harus dipersiapkan. Terlebih bagi wilayah yang dimungkinkan terdampak. Saat ada beberapa daerah yang sudah mendapatkan sosialisasi dari BPBD Sleman, terutama di Kalurahan Girikerto, Wonokerto, dan Purwobinangun.
"Dusun Tunggularum masuk Wonokerto. Gitikerto itu ada Tritis sama Ngandong. Untuk Purwobinangun itu Turgo sampe Ngepring. Kami sosialisasikan terus supaya selalu siap,"lanjutnya.
Dalam sosialisasi tersebut, pihaknya juga mengoptimalkan Desa Tangguh Bencana (Destana).Dengan begitu, ketika BPPTKG memutuskan untuk memperluas jarak aman, warga di sisi Barat sudah siap.
Selain mempersiapkan warga, pihaknya juga telah mempersiapkan barak pengungsian. Untuk kebutuhan dasar, ia menyebut barak dalam kondisi siap.
"Kebutuhan dasar seperti alas tidur, air, air untuk MCK, peralatan dapur umum sudah tersedia. Tetapi belum ada penyekatan,"ujarnya.
Tak hanya barak pengungdian, pihaknya juga telah berkoodinasi dengan beberapa sekolah yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai barak pengungsian.
Untuk biaya penanganan selama tanggap darurat bencana Merapi, anggaran yang digunakan adalah Biaya Taka Terduga (BTT). Ia menyebut masih ada sekitar Rp30 miliar anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pengungsian.
"Serapannya baru sekitar Rp6 atau Rp7 miliar. Masih cukup,"tambahnya. ( TribunJogja.com | Uti| Maw )