Pengungsi Gunung Merapi
Nyaris Sebulan, 236 Warga Lereng Merapi Masih Bertahan di Pengungsian Sleman
Selama tiga pekan lebih ratusan warga kelompok rentan dari kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi telah bertahan di pengungsian.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Selama tiga pekan lebih ratusan warga kelompok rentan dari kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi telah bertahan di pengungsian.
Hingga saat ini jumlah pengungsi di Kabupaten Sleman mencapai 236 orang.
Rasa jenuh pun mulai dialami para warga. Namun, jika kembali ke rumah, risiko yang harus mereka tanggung jauh lebih besar.
"Jenuh pasti muncul. Namun mereka tetap bertahan karena di atas risikonya jauh lebih besar," ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sleman, Makwan saat dihubungi, Sabtu (28/11/2020).
Baca juga: Larasati Rindu Mendaki Gunung
Baca juga: Resep Jurus Sehat Rasulullah dari dr Zaidul Akbar: Minuman Untuk Daya Tahan Tubuh
Menurut Makwan, sejauh ini terdapat pos pengaduan perempuan dan anak di pengungsian yang bertugas mengatur kegiatan warga.
Semisal, kegiatan bermain bagi anak-anak, senam sehat, dan pengajian.
Adapun terkait logistik di pengungsian, Makwan mengatakan kondisi saat ini logistik masih cukup hingga 30 November 2020.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD DIY, Danang Samsurizal mengungkapkan, kondisi di pengungsian memang tak senyaman di rumah sendiri.
Oleh karena itu, warga yang mengungsi perlu diberikan berbagai pendekatan yang tepat.
"Kami sedang mengedukasi teman-teman relawan untuk melakukan pendampingan. Semisal terkait pendataan dan potensi sumber daya yang ada. Tidak didekatkan kepada pengungsi karena masih Covid-19," tuturnya.
Baca juga: Kisah Niza Nazati, Merintis Usaha Brand Tas Kekinian Bersama Kekasih
Baca juga: Kumpulan Doa yang Dibaca Ketika Turun Hujan Sesuai Ajaran Nabi Muhammad SAW
Di samping itu, lanjutnya, terdapat pula para petugas yang terus mengajak para pengungsi untuk beraktivitas.
Semisal, mengajak mengobrol sambil diberikan pengertian mereka mereka masih harus bertahan di pengungsian.
"Ada tim psikososial. Relawan dari desa setempat sendiri juga sebenarnya cukup untuk ini, dari relawan desa tangguh bencana," bebernya.
Namun demikian, karena kondisi pandemi Covid-19, Danang menyatakan kegiatan maupun pendekatan yang dilakukan tetap tidak bisa sebebas pada kondisi normal. (uti)