Marwan Jafar: Perlu Data Terpadu Kuat dan Eksekutor yang Baik buat Membantu UMKM
Kementerian Koperasi dan UKM harus mampu menjadi konduktor yang mengorkestrasi serius penguatan UMKM.
TRIBUNJOGJA.COM - Sejauh ini belum ada data terpadu dan yang disepakati dipakai buat menangani pelaku UMKM secara lebih baik, khususnya di Kementerian Koperasi ran UKM.
Data besar ini juga mesti memetakan jelas mana kluster UMKM yang sungguh sehat, setengah sehat, tidak sehat dan sebagainya.
Selain itu, di tengah sangat besarnya perhatian dan harapan publik kepada UMKM di tengah Pandemi Covid 19 sebagai krisis kesehatan, ekonomi serta politik kita wajib membantu UMKM agar tetap bertahan.
Krisis ini sangat berbeda dengan Krisis 98 yang hanya menyentuh ekonomi dan politik, tanpa ada krisis kesehatan. Saat itu UMKM banyak disebut bisa berperan sebagai katup penyelamat ekonomi.
Tapi, di masa Pandemi ini dampak yang ditanggung kalangan UMKM sekarang juga lebih kompleks. Solusinya, Kementerian Koperasi dan UKM harus mampu menjadi konduktor yang mengorkestrasi serius penguatan UMKM.
Hal itu ditegaskan oleh anggota Komisi VI DPR RI Marwan Jafar pada diskusi intensif hasil kerja sama Tirto.id dengan BNPB kemarin (24/11/2020) di Jakarta.
Bertema 'Memberdayakan UMKM di Tengah Pandemi', diskusi yang digelar secara webinar ini juga menghadirkan peneliti dari lembaga INDEF Media Wahyudi Askar.
Marwan menjelaskan, bersama koleganya di Komisi VI juga sudah merekomendasikan agar status atau kelas Kementerian Koperasi-UKM ditingkatkan kewenangan dan nomenklaturnya dari kelas C menjadi B, sehingga tupoksi menjadi lebih jelas buat merealisasikan program pemerintah.
"Ambil contoh, di tengah Pandemi kementerian ini dipercaya menyalurkan dana UMKM dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp 20 hingga Rp 22 triliun. Termasuk penyalurannya melalui digitalisasi. Namun yang kita temui di lapangan, teman-teman UMKM mengalami tidak mudah dan masih berbelit syaratnya saat mengurus di lapangan melalui perbankan. Bahkan ada makelar yang dengan mudah mengajukan lima sampai sepuluh proposal atas nama UMKM," ujar wakil rakyat dapil Jateng 3 ini melalui rilisnya kepada tribunjogja.com.
Selain itu, ia mengingatkan saat ini para pelaku UKM dan UMKM sangat terpukul dengan membanjirnya sejumlah komoditas maupun barang-barang impor. Mulai dari impor gula, bawang putih, garam hingga baju batik. Para perajin batik kita di Pekalongan, Jogja-Solo, Madura dan Kalimantan kalah bersaing dengan harga murah batik yang djual di Tanah Abang misalnya.
"Sudah saatnya lah kita stop atau kurangi rezim impor, kalau para UKM dan UMKM kita mampu memproduksinya. Presiden saya dengar kan sudah memberi arahan terkait pengurangan impor ini. Artinya, jangan sampai kita hanya menjadi pasar terus-menerus atas barang dari negara lain," tandas Marwan mantan Menteri Desa-PDTT.
Dia mengungkapkan pula persoalan nyata yang masih sangat sulit, rumit dan mbuletnya para pelaku UMKM begitu mereka mengurus permodalan kerja ke perbankan.
Saat reses pekan lalu turun ke dapil, ia masih menemukan betapa para UMKM tetap harus diminta syarat ini-itu yang tidak gampang buat mengakses modal.
Sedangkan terkait pengundangan UU Cipta Kerja yang antara lain akan mengundang investasi ke kawasan industri baru di Batang, Subang dan Brebes, Marwan mengingatkan agar kalangan UKM dan UMKM juga bisa ikut ambil bagian.
"Khususnya dalam konteks membangun industri mandiri yang tentu mesti melibatkan dan dimulai dari UMKM. Apalagi sudah satu atau dua dekade kita mengalami kondisi deindustrialisasi," tukasnya.
Sementara itu peneliti Indef Media Askar, menggarisbawahi sejumlah masalah yang membelit UMKM seperti dipaparkan Marwan Jafar.
Misalnya Askar menyatakan apa pun kebijakan yang diambil pemerintah bagi pelaku UMKM tidak banyak pilihannya kecuali dirugikan.
Sebab, berbeda dengan usaha besar dan menengah yang tetap memiliki beberapa opsi mulai dari restrukturisasi usaha hingga pengurangan karyawan.
Peneliti Indef ini menyarankan buat jangka pendek ke depan, agar kalangan UMKM juga mampu melakukan manajemen resiko secara cerdas.
Sedangkan pihak pemerintah diimbau memperbaiki beberapa kebijakan mulai dari memutakhirkan data kategorisasi UMKM yang dikritisi Marwan hingga penerapan digitalisasi buat membantu pendanaan secara langsung ke para pelaku UMKM.
"Di kampung saya Sumatera Barat ini, kemarin saya lihat orang mengantri mendapat bantuan UMKM. Mereka ternyata bisa ikut antre meskipun sejatinya bukan pelaku UMKM karena mendapat rekomendasi dari kepala desa atau nagari yang seperti makelar saja," ungkapnya.
Menanggapi peneliti Indef tentang perbaikan kebijakan pemerintah, Marwan mengungkapkan pada setiap rapat kerja di Komisi VI dengan mitra kerja pemerintah, pihak DPR selalu menyetujui kebijakan maupun anggaran terkait memperkuat UMKM sepanjang akuntabel.
"Kuncinya adalah pangkas regulasi dan birokrasi yang berbelit, termasuk akses permodalan. Kita butuh para 'eksekutor' yang baik di lapangan dan pengawalan yang kuat buat membantu UMKM kita. Pemerintah pusat dan daerah mesti memperbaiki koordinasi dan menghilangkan ego sektoral. Semua stakeholder harus kompak Jangan lupa juga, bila pemerintah mampu menangani perekonomian di masa Pandemi ini dengan baik maka kalangan investor intenasional juga memberikan kepercayaan dan datang ke sini," pungkas Marwan pada diskusi tersebut. (rls)