Curhatan Guru Honorer Non Katagori Kepada Wakil Rakyat di DPRD DIY
GTKHNK35 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membawa dua tuntutan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Namun demikian, pemerintah sejauh ini masih belum mempertimbangkan untuk melakukan perekrutan tenaga pengajar pada mata pelajaran agama Katolik.
"Kami guru agama Katolik ini kan mengajar tidak di satu sekolah. Karena tidak semua sekolah ada murid Katoli," katanya.
Ketika ia menjumpai sekolah yang murid Katoliknya sedikit, maka Widi harus mencari sekolah tambahan.
Selama ini Widi mengajar di tiga kecamatan yakni Kecamatan Temon, Nanggulan, dan Sentolo.
"Saya ngajar di SD Srikayangan, SD Sentolo, SD Kalikutuk, SD Negeri Salamrejo, SD Negeri 2 Nanggulan, dan SD Negeri Kalisari," tegas Widi.
Atas keterbatasan tenaga pengajar tersebut, Widi mengharuskan untuk berkeliling di tiga Kecamatan agar dapat memberi pelajaran agama Katolik. Ia mengatakan jam mengajarnya kini bisa mencapai 50 jam per hari.
Persoalan lain, menurutnya pemerintah Kabupaten setempat muncul dua persepsi yang membuat nasibnya kian rumit.
"Kadang persepsi yang beda juga. Guru agama itu kan kewenangan Kemenag. Tetapi Dinas Pendidikan kan juga mengcover kami. Di Dinas Pendidikan kami dimasukkan katagori guru honorer kontrak dengan beban kerja yang berat namun gaju yang sesuai kesepakatan," tegasnya.
Secara kesepakatan, mereka dituntut oleh pihak sekokah agar tidak meminta untuk pengangkatan CPNS.
( tribunjogja.com )