Pandemi Covid 19

Kabar Gembira, Uji Klinis Tahap Ketiga Vaksin Virus Corona Tak Ada Tanda-tanda Gejala Berbahaya

Uji klinis tahap ketiga vaksin Covid-19 atau vaksin virus corona produksi Sinovac di Bandung, Jawa Barat menunjukan hasil yang positif.

Editor: Hari Susmayanti
AFP/NOEL CELIS
Calon vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech dipamerkan di China International Fair for Trade in Services (CIFTIS) di Beijing, Minggu (6/9/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Uji klinis tahap ketiga vaksin Covid-19 atau vaksin virus corona produksi Sinovac di Bandung, Jawa Barat menunjukan hasil yang positif.

Uji klinis vaksin virus corona tak menunjukan gejala-gejala yang membahayakan para relawan yang sudah disuntik.

Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.

"Hingga saat ini tidak ditemukan gejala KIPI yang berbahaya pada uji klinis fase III vaksin Sinovac di Bandung terhadap 1.620 subjek," kata Wiku lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/11/2020).

Ia mengatakan, dalam proses uji klinis hanya ditemukan gejala ringan usai penyuntikan vaksin seperti nyeri dan pegal otot pada tempat suntikan.

Ia menambahkan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) selalu melakukan pengawasan selama proses pengadaan kandidat vaksin dan pemerintah selalu berupa transparan dengan progres pengadaan vaksin kepada publik.

"Jadi tidak ditemukan efek samping serius karena vaksin atau vaksinasi. Kami akan terus memantau perkembangan uji klinis dan perkembangan status kehalalannya," lanjut dia.

Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawasan Kesehatan Nasional Brazil (Anvisa) menghentikan uji klinis kandidat vaksin Covid-19 CoronaVac karena alasan "kejadian buruk dan serius".

Informasi ini disampaikan melalui pernyataan yang diunggah dalam laman resminya, Senin (9/11/2020) malam.

Mengutip AP, Selasa (10/11/2020), vaksin potensial ini dikembangkan perusahaan biofarmasi asal China, Sinovac.

Di Brasil, sebagian besar produksi vaksin tersebut dilakukan Butanta Institute.

Baca juga: Kebiasaan Cuci Tangan Dapat Cegah Penularan COVID-19 hingga 30 Persen

Baca juga: Hasil Swab Test Keluar, 26 Pengungsi Gunung Merapi di Desa Balerante Klaten Negatif Covid-19

Harus Sesuai Standar WHO

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, izin penggunaan vaksin dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 tidak bisa dikeluarkan begitu saja.

Untuk mendapatkan EUA, ada ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO) yang harus diikuti.

Prosedur EUA ini mengacu pada pedoman persetujuan kedaruratan dari WHO (WHO Emergency Listing), US Food and Drug Administration (EUA), dan European Medicines Agency/EMA (Conditional Approval).

"Untuk mendapatkan EUA, sudah ada juga kesepakatan yang diberikan oleh WHO. Sehingga EUA (untuk Covid-19) tidak dikarang sendiri," ujar Penny dalam konferensi pers daring pada Kamis (19/11/2020).

Menurutnya, jika sudah ada ketentuan dari WHO, maka seluruh negara harus mengikuti standar itu.

Penny lantas menjelaskan sejumlah syarat pemberian EUA, antara lain vaksin harus sudah memiliki data uji klinis fase satu dan uji klinis fase dua secara lengkap.

Kemudian data analisis interim uji klinis fase tiga untuk menunjukkan khasiat dan keamanannya.

Dalam konteks uji bakal vaksin Sinovac di Bandung, Penny menyebut pihaknya masih menunggu kelengkapan data-data yang dibutuhkan.

"Jadi (untuk Sinovac) tidak begitu saja kami keluarkan. EUA ini menunggu sampai data lengkap," katanya.

Penny menuturkan, setelah vaksin mendapat persetujuan penggunaan, pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi nantinya akan menjadi tanggung jawab dari industri farmasi dan distributor yang ditunjuk.

Dalam proses penyaluran di sarana pemerintah diperlukan peran aktif berbagai pihak sesuai kewenangan masing-masing.

"BPOM akan melakukan pengawasan dan pendampingan dalam penerapan cara distribusi obat yang baik. Sebab, vaksin merupakan produk rantai dingin (cold chain product) yang sensitif terhadap perubahan suhu," tutur Penny.

"Sehingga upaya dan kontrol yang ketat di sepanjang jalur distribusi sangat diperlukan agar mutu dan stabilitas vaksin tetap terjaga sampai kemudian digunakan oleh end user (pasien)," lanjutnya.

Penny berharap semua pihak berkomitmen dan saling mendukung untuk bersama mengupayakan keberhasilan rencana pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Adapun uji klinik bakal vaksin Sinovac di Indonesia merupakan uji klinik fase tiga yang dilaksanakan oleh Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran melalui kerja sama PT. Bio Farma dengan Sinovac Biotech Cina.

Hingga saat ini, sebanyak 1.620 subjek uji klinik telah menerima suntikan pertama vaksin (hari ke-0).

Dari jumlah itu, sebanyak 1.603 subjek telah menerima suntikan kedua (hari ke-14).

Proses selanjutnya adalah pengamatan terhadap khasiat dan keamanan vaksin pada semua subjek mulai dari setelah pemberian suntikan pertama hingga enam bulan sesudah pemberian suntikan kedua.

"Sekaligus pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya kejadian tidak diinginkan pasca-imunisasi," tambah Penny.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BPOM: Izin Darurat Vaksin Covid-19 Harus Sesuai WHO, Tak Bisa Dikarang

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Satgas Covid-19: Tak Ditemukan Gejala Berbahaya pada Uji Klinis Vaksin Sinovac di Indonesia

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved