Dalang Ki Seno Nugroho

Terungkap, Karakter Wayang Bagong Ala Ki Seno Nugroho Menurut Ki Manteb, Adopsi Gaya Ki Sukron

Terungkap Karakter Wayang Bagong Ala Ki Seno Nugroho Menurut Ki Manteb, Adopsi Gaya Ki Sukron

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Yudha Kristiawan
Tribun Jogja/ Yudha Kristiawan
Suasana doa bersama memperingati meninggalnya Ki Seno Nugroho, Senin (9/11/2020) malam 

Diceritakan dalam dunia pewayangan, bagaimana Bagong diciptakan pemilik Alam semesta.

Gareng dan Petruk meminta dicarikan teman, Sang pemilik Alam semesta bersabda, bahwa temanmu adalah bayanganmu sendiri.

Seketika itu bayangan keduanya berubah menjadi sesosok manusia dan selanjutnya diberi nama Bagong.

Secara fisik, Bagong digambarkan memiliki postur yang pendek, gemuk seperti semar tetapi mata dan mulut nya lebih lebar.

Ia memiliki watak banyak bercanda, pintar membuat lelucon, bahkan terkadang saking lucunya menjadi menjengkelkan.

Di satu sisi, Bagong adalah sosok yang memiliki sifat jujur dan memiliki sejumlah kesaktian.

Bila disarikan hikmah yang dapat dipetik dari sosok Bagong adalah mencontohkan sikap jujur yang menjadi salah satu modal dalam hidup bermasyarakat. Namun disatu sisi, di manapun berada, harus menghormati aturan yang berlaku di tempat tersebut.

Beberapa versi menyebutkan, sejatinya, tokoh Bagong bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.

Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sang Hyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman.

Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia.

Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan".

Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.

Dikutip dari berbagai sumber,  gaya bicara tokoh Bagong dalam pewayangan yang seenaknya sendiri sempat dipergunakan para dalang untuk mengkritik penjajahan kolonial Hindia Belanda kala itu. 

Ketika Sultan Agung meninggal tahun 1645, putranya yang bergelar Amangkurat I menggantikannya sebagai pemimpin Kesultanan Mataram.

Raja baru ini sangat berbeda dengan ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang serta menjalin kerja sama dengan pihak VOC-Belanda.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved