Repot dan Takut Ternak Mati, Warga Kalitengah Lor Sleman Pilih Jual Ternak
Ia melanjutkan alasan warga menjual ternak adalah warga merasa tidak nyaman dan kerepotan. Warga harus mengevakuasi ternak dan harus mencari pakan.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan (DP3) Kabupaten Sleman mendapat informasi terkait adanya warga yang mulai menjual ternaknya.
Namun demikian pihaknya tidak mengetahui jumlah secara pasti.
"Ada (warga Kalitengah Lor) yang sudah menjual ternaknya. Tetapi jumlah pastinya berapa belum tahu karena tidak dilaporkan," ujar Plt Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian,Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman, Nawang Wulan, Senin (16/11/2020).
Ia melanjutkan alasan warga menjual ternak adalah warga merasa tidak nyaman dan kerepotan.
Warga harus mengevakuasi ternak dan harus mencari pakan.
Warga pun khawatir ternak bisa terawat dengan baik saat di kandang komunal atau kandang darurat.
Baca juga: Gelombang Kesepuluh, Pendaftar Kartu Prakerja di Kota Yogyakarta Capai 15.741 Orang
Baca juga: INTER MILAN: Deretan Nama Kiper Calon Pengganti Samir Handanovic
Baca juga: Sebanyak 1.965 KK Terima Jaring Pengaman Sosial Covid-19 dari Pemkot Magelang
"Warga tidak perlu khawatir, kami tidak bisa memastikan 100 persen, tetapi kami siapkan petugas kesehatan untuk memeriksa kesehatan ternak. Untuk pakan juga akan kami sediakan, kami sedang mencari relawan," lanjutnya.
Meski harga jual ternak masih batas wajar, Nawang meminta agar warga Kalitengah Lor tidak menjual ternaknya.
Sebab ternak sama halnya dengan dengan tabungan yang bisa digunakan dalam kondisi terjepit.
"Warga jangan buru-buru menjual ternak, apalagi dengan harga murah. Ini menjadi pesan Pak Bupati (Sri Purnomo) agar tidak seperti 2010, warga menjual ternak dengan murah," ujarnya.
Terpisah, Warga Kalitengah Lor, Darti (48) sudah menjual dua sapi perah miliknya.
Ia terpaksa menjual sapinya karena merasa kerepotan dalam mengurus sapi.
Baca juga: Bawaslu Klaten Melantik 2.550 Pengawas TPS
Baca juga: DPRD DIY Sidak ke YIA, Tanggapi Keluhan Tentang Akses Menuju Terminal Keberangkatan yang Jauh
Baca juga: BREAKING NEWS : ASN Positif Covid-19, Kantor Disdukcapil Kulon Progo Ditutup Sementara
Apalagi jika sapi atau dirinya mengungsi, ia harus naik untuk mencari rumput dan turun lagi untuk memberi makan.
"Biasanya Rp 20 juta, ini saya jual Rp 19 juta. Sapi perah semua, dijual ke daerah Klaten. Dulu korban sapi tiga (saat erupsi 2010 lalu), takut sepeti itu jadinya dijual," ungkapnya.
Tidak seperti istri, anak, dan cucunya yang sudah mengungsi, ia memilih tinggal di rumahnya di RT 03 RW 20.
Meski belum memiliki keinginan mengungsi, ia tetap mempersiapkan diri jika terjadi sesuatu.
"Kalau di suruh turun ya turun. Surat-surat sudah disiapkan, tinggal angkat saja," tambahnya. (maw)