BMKG : Suhu Udara Panas di Yogya Akibat Faktor Klimatologis, Bukan dari Aktivitas Merapi
BMKG memastikan suhu udara panas di Yogyakarta beberapa hari terakhir bukan akibat dari aktivitas Gunung Merapi tapi merupakan fenomena klimatologis
TRIBUNJOGJA.COM - Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa suhu udara panas yang terasa di wilayah Yogyakarta beberapa hari terakhir bukan merupakan akibat dari aktivitas Gunung Merapi. Namun merupakan faktor klimatologis.
Kasubid Analisis Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi, menjelaskan bahwa suhu udara panas tersebut merupakan pengaruh dari kondisi cuaca yang memang cerah. Hal ini membuat tidak ada awan yang menghalangi sinar matahari masuk.
Ia juga membantah bahwa suhu udara panas tersebut merupakan akibat dari adanya gelombang panas.
"Enggak bakal ada gelombang panas di Indonesia (saat ini)," kata Adi kepada Kompas.com, Jumat (13/11/2020).
Penyebab musim hujan tapi panas di Indonesia
Dia menjelaskan, suhu panas akhir-akhir ini di seluruh wilayah Indonesia disebabkan oleh faktor klimatologis.
Secara klimatologis, bulan Oktober dan November adalah periode transisi pergerakan semu matahari dari Equator ke Belahan Bumi Selatan yang mencapai puncak pada 21 Desember di posisi 23,5 Lintang Selatan (Tropic of Capricorn).
Pada November hingga April adalah periode musim hujan di Indonesia khususnya Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara.
"Pada periode tersebut juga merupakan periode di mana pergerakan semu matahari bergerak dari equator ke selatan, mulai 21 September - tepat di equator - bergerak ke Lintang Selatan Hingga 23,5 Lintang Selatan pada 21 Desember (puncaknya)," kata Adi.

"Kemudian bergerak lagi ke arah Ekuator untuk terus berlajut ke lintang Utara," imbuhnya.
Baca juga: Penjelasan Suhu Udara Panas di Yogyakarta, BPPTKG: Bukan Pengaruh dari Aktivitas Merapi
Nah, karena fenomena ini, pada periode tersebut wilayah Indonesia akan mengalami radiasi matahari yang lebih optimal dari bulan-bulan lainya.
"Sehingga kita itu akan merasakan suhu udara lebih panas dari biasanya," terangnya.
Adi menjelaskan, hal ini menyebabkan suhu udara di musim hujan ini terasa terik atau panas di siang hari. Namun pada sore hari terjadi mendung dan segera turun hujan.
"Kalangan meteorologist sering menyebutkan bahwa summernya di Indonesia adalah ketika musim hujan," katanya.
Dia menyampaikan, hal ini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap atmosfer di Indonesia, apalagi menyebabkan fenomena gelombang panas.
Penjelasan BPPTKG

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) telah menetapkan peningkatan status Gunung Merapi dari waspada menjadi siaga pada 5 November 2020.