Praktisi Kebijakan Heritage Sesalkan Perobohan Gedung Cagar Budaya di Kulon Progo
Setiap bangunan cagar budaya dilindungi oleh undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya
Penulis: Sri Cahyani Putri | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Sri Cahyani Putri Purwaningsih
TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Setiap bangunan cagar budaya dilindungi oleh undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
Oleh sebab itu, Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan sekaligus kewajiban untuk melindungi dan melestarikan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pemerhati atau Praktisi Kebijakan Heritage, Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA), Jhohannes Marbun.
Namun dengan adanya perobohan bangunan lama Stasiun Kedundang beserta dua rumah dinas kepala stasiun berarti sense of culture dari Kabupaten Kulon Progo sangat rendah karena tidak peduli dengan kebudayaan.
Baca juga: Debat Pamungkas, Paslon Pilkada Gunungkidul Berlatih Hingga Dalami Visi-Misi
Baca juga: Rangkaian Acara Sociopreneur Muda Indonesia (Soprema) UGM 2020 Resmi Dibuka
Padahal terdapat solusi-solusi yang bisa dikembangkan atau dibangun tanpa harus meniadakan.
Bangunan itu tetap ada tapi kemudian landasannya stasiun itu diperpanjang.
Sehingga perkembangan dari masa lalu dan perkembangannya di masa depan kelihatan.
"Oh ini bangunan pertama kali bangunan Stasiun Kedundang. Namun dalam proses perkembangannya stasiun itu tidak mampu lagi menampung atau menerima penumpang yang semakin membludak. Atau dalam konteks modernitas perlu diadaptasi. Sebab dari proses pelestarian warisan budaya ada istilah adaptasi. Tapi kalau menghancurkan bukan melestarikan tapi itu meniadakan. Dan itu bertentangan dengan pelestarian cagar budaya dan dijamin oleh UU," tuturnya saat dihubungi Tribun Jogja, Senin (9/11/2020).
Ia mengatakan, Kabupaten Kulon Progo yang masih termasuk di wilayah DIY tidak sejalan dengan misi pemerintahan daerah DIY yang menitikberatkan pembangunan berbasis kebudayaan.
Sebab berbicara kebudayaan tidak hanya bicara non fisik melainkan juga fisik.
Kalau fisik saja tidak mampu dikelola dengan baik bagaimana kebudayaan yang sifatnya non fisik.
Artinya menjadi perhatian juga bagi pemerintah daerah khususnya wilayah DIY.
Sebab, khusus DIY pembangunan daerahnya dititikberatkan pada pembangunan kebudayaan.
Persoalan ekonomi dan lainnya menjadi pendukungnya.
Artinya menjadi perhatian bagi pemerintah daerah yang ada di lingkup DIY untuk bersungguh-sungguh menjalankan semangat yang dibangun oleh Gubernur DIY apalagi dengan keistimewaan Yogyakarta.
Baca juga: Satu Relawan di Pengungsian Balai Desa Glagaharjo Sleman Dinyatakan Reaktif
Baca juga: Kapolda DIY Irjen Pol Asep Suhendar Kunjungi Posko dan Barak Pengungsian Merapi di Pakem
"Memang titik beratnya di pembangunan kebudayaan dan apabila masih dilanjutkan sebenarnya masyarakat berhak untuk menuntut atau memproses pemerintah daerah yang memang tidak peduli dengan kebudayaan apalagi sampai melanggar undang-undang. Seharusnya pemerintah daerah juga memahami bahwa dia pun harus tertib hukum," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, Stasiun Kedundang konon sekitar 1970-an digunakan masyarakat baik anak sekolah dan pedagang yang akan menuju ke Yogyakarta maupun ke Kutoarjo.
Namun pada 21 Juli 2007, Stasiun tersebut secara resmi dinonaktifkan setelah dibukanya jalur ganda lintas Yogyakarta - Kutoarjo.
Dahulunya diantara Stasiun Kedundang dan Stasiun Wates terdapat halte Pakualaman yang digunakan untuk mengangkut bahan tambang mangan di Kliripan.
Selain itu Stasiun tersebut memiliki gaya arsitektur yang populer di era 1950.
Sehingga bangunan ini memiliki nilai penting bagi perkembangan sejarah perkeretaapian di Jawa dan merupakan bagian dari perkembangan arsitektur di wilayah Kulon Progo.
Oleh sebab itu, stasiun tersebut ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan (SK) Bupati nomor 586/A/2018. (scp)