Kota Yogya
Alasan Pemkot Yogya Tidak Menerapkan Rapid Test Acak di Objek Wisata
Pemkot Yogyakarta tidak menerapkan rapid test secara random, pada wisatawan yang mengunjungi beberapa destinasi sepanjang libur panjang ini.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta tidak menerapkan rapid test secara random, pada wisatawan yang mengunjungi beberapa destinasi sepanjang libur panjang ini.
Walau begitu, upaya pencegahan sebaran Covid-19, tetap dilakukan secara sungguh-sungguh.
Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengakui, hal itu berbeda dengan kebijakan pengelola Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, yang menggelar tes acak, serta menemukan sejumlah turis yang dinyatakan positif terpapar corona.
Keputusan untuk tidak memberlakukan tes acak ini, bukan tanpa alasan.
Baca juga: Pengunjung Malioboro Meningkat Tiga Kali Lipat Selama Libur Panjang
Menurutnya, sejak awal Pemkot pun telah meminta kepada wisatawan dari luar daerah yang hendak melancong ke Yogyakarta, untuk menyertakan surat sehat berupa hasil rapid non reaktif, atau swab negatif.
"Kami minta wisatawan meyakinkan, bahwa dirinya ketika berlibur itu kondisinya sehat, dengan membawa surat-surat yang diperlukan saat masuk Yogyakarta. Baik hasil rapid, swab, atau lainnya, terutana untuk menginap di hotel, karena pasti ditanyai itu," ujarnya, Minggu (1/11/2020).
Heroe pun menandaskan, adanya wisatawan yang diketahui positif Covid-19 usai mengikuti test acak di Borobudur tempo hari, cukup dijadikan peringatan, bahwasanya protokol kesehatan harus diterapkan dimanapun kita berada.
Sehingga, jangan sampai ada sebaran virus di objek wisata.
Baca juga: Jelang Semi Pedestrian, Penyedia Bentor di Malioboro Minta Subsidi Selama 2 Minggu
"Ini memberikan warning bahwa yang paling penting adalah prokes Covid-19 dimanapun, kapanpun, dengan siapapun, apalagi di masa liburan. Jadi, dengan hasil di Borobudur itu, sudah cukup semuanya harus sungguh-sungguh terapkan protokol kesehatannya," tandas Heroe.
Lebih lanjut, Wakil Wali Kota Yogyakarta tersebut berujar, seandainya random test di objek wisata itu dilakukan untuk screening, sebenarnya terbilang kurang tepat.
Sebab, proses screening lebif efektif jika dilakukan sekitar satu minggu selepas berakhirnya masa libur panjang.
"Kalau untuk screening, mestinya dilakukan seminggu seusai liburan. Tujuannya, untuk melihat apakah pelaku wisata ada yang tertular atau tidak. Kemudian, dilakukan blocking jika ditemukan adanya paparan. Itu tindakan untuk mencegah sebaran," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)