10 Tahun Erupsi Gunung Merapi
Sisi Lain Pengamat Gunung Merapi, Jawara Kebut Gunung, Naik Turun Ditempuh 1 Jam 22 Menit
Kebut Gunung itu lomba adu kecepatan mendaki Merapi dan Merbabu. Peserta akan membawa beban pasir seberat 15 kilogram
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
“Hawa di puncak jauh lebih panas dibanding biasanya. Begitu sampai, hawa panas itu terasa. Di beberapa retakan dinding kawah, saya lihat gas panas yang keluar warnanya biru,” kata Suratno.
Ia termasuk orang yang tiba pertama di puncak Merapi, tepatnya di kawah mati bersama Sapari, petugas BPPTK Yogyakarta yang menangani teknis instrumentasi.
“Saat melintasi Kawah Mati, guguran kubah lava 2006 berwarna hitam sudah tampak,” katanya. Surat lalu mendapat tugas memeriksa alat tiltmeter di dinding kawah Woro.
Lokasinya sangat berbahaya karena berada di tebing curam. Setelah itu ia membantu petugas lain saat mengambil sampel gas di rekahan-rekahan dinding puncak.
“Saat pengukuran suhu, saya lihat tongkat pengukur titanium sesudah ditusukkan ke lapisan permukaan kawah, keliatan bengkok seperti hamper leleh. Alat pengukur suhu menunjukkan angka 850 derajat Celcius, lalu error,” imbuhnya.

Besi itu ditusukkan sedalam kira-kira 50 sentimeter. Di kedalaman itu di bawah permukaan kawah Woro dan Gendol, suhu sudah lebih dari 800 derajat Celcius.
Perkiraan lain karena alat error, mestinya sudah di atas angka 1.000 derajat Celcius.
Takutkah? “Tentu saja takut. Manusiawi, karena siapa orang yang mau membahayakan dirinya di tempat seperti itu,” akunya.
“Tapi bagi saya karena itu diminta membantu tugas, yang dikerjakan sebaik-baiknya, secepat-cepatnya,” lanjut Surat yang pernah jadi anggota relawan Bara Meru dan SAR Boyolali ini
Cerita Alzwar Nurmanaji
Alzwar Nurmanaji saat ini petugas pengamatan termuda di Merapi. Ia mewarisi gen pengamat gunung berapi, sejak kakek buyutnya. Tapi letusan eksplosif Merapi 2010, pernah membuatnya gemetaran di Pos Selo, Boyolali.
Gemetar Saat Kaca Pintu dan Jendela Pos Bergetar
ALZWAR terbata-bata membuka memori peristiwa di suatu hari awal Februari 1992. Ia hanya mengingat, saat itu menggandeng adiknya, diseret bapaknya masuk ke bunker tua di belakang PGM Babadan, Krinjing, Magelang.
Pintu bunker lalu ditutup. Gelap, pengap, kesunyian dirasakannya tanpa banyak kata. Mereka berdua diam tak bergerak selama beberapa waktu. Suara gemuruh sayup-sayup terdengar di luar, saat gulungan awan panas berarak menyusuri Kali Senowo.
Letusan Gunung Merapi 2 Februari 1992 hampir saja melumat Babadan. Jika gelombang awan piroklastika itu tidak terhalang punggungan bukit di seberang pos, semua yang di PGM Babadan bakal lenyap.