Yogyakarta

Wacana Pemberlakuan UMSK Yogya Butuh Proses Panjang

Pemkot Yogyakarta melalui dinas terkait telah melakukan penganggaran untuk membahas secara komprehensif rencana pemberlakuan UMSK.

Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Koperasi, UKM, dan Nakertrans menyatakan, rencana pemberlakuan upah minimum sektoral (UMSK) di wilayah setempat masih belum mendapat atensi lebih lanjut menyusul tertundanya agenda pembahasan dan penerapan kebijakan itu akibat pandemi Covid-19. 

Pada tahun ini, Pemkot melalui dinas terkait telah melakukan penganggaran untuk membahas secara komprehensif rencana pemberlakuan UMSK.

Namun akibat pandemi Covid-19, dana maupun rencana kerja kemudian dialihkan untuk percepatan penanganan Covid-19 di wilayah setempat. 

"Memang ada rencana kajian untuk penerapan UMKS, tapi batal karena ada pandemi Covid-19. Rencananya seperti itu, tapi batal semua kan kondisi seperti ini juga tidak diharapkan semua pihak. Anggaran juga dirasionalisasi semua untuk penanganan Covid-19," kata Kabid Kesejahteraan dan Hubungan Industrial Dinas Koperasi, UMK, dan Nakertrans Kota Yogya, Emy Indaryati, Rabu (22/10/2020). 

Baca juga: Disnakertrans DI Yogyakarta Tanggapi Dua Rekomendasi Perwakilan Dewan Pengupah

Dia menyatakan, di luar konteks gonjang-ganjing UU Ciptaker Omnibus Law yang menyebut penghapusan UMKS dan deretan pasal kontroversial lainnnya, pemberlakuan UMKS memang membutuhkan waktu dan pembahasan yang panjang dan mendetail. 

Selain mesti melibatkan berbagai pihak dan kemauan politik dari pejabat setempat, wilayah yang berencana untuk memberlakukan UMSK mesti sudah mempunyai basis sektor unggulan yang menjadi tumpuan dari pergerakan dan pertumbuhan ekonomi lokal. 

"Sektor unggulan itu juga mesti ada pembahasan lebih lanjut. Bagaimana rincian dan melibatkan berbagai asosiasi dari sektor unggulan itu. Prosesnya memang sangat panjang," imbuhnya. 

Emy menambahkan, pada tahun ini pun pihaknya masih belum mendapatkan ketentuan yang rigid mengenai komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai acuan penentu bagi besaran upah di tahun mendatang.

Pasalnya kemunculan Permenaker 18/2020 tentang Perubahan atas Permenaker 21/2016, tidak pula diimbangi dengan petunjuk teknis bagi wilayah setempat guna pembahasan UMK untuk tahun mendatang. 

"Kami masih menunggu dan proses terus berjalan. Usulan juga belum kami ajukan, karena ketentuannya juga masih proses," ujarnya. 

Baca juga: Apindo DI Yogyakarta Tawarkan Solusi Bipartit Untuk Upah 2021

Emy menyebut, secara ketentuan pembahasan UMK sebenarnya sudah mendekati tenggat waktu.

Hanya saja, informasi dari pusat terkait dengan pembahasan UMK masih belum turun, sehingga pembahasan di tingkat kota cukup tersendat. 

"Formulanya juga belum jelas, kami masih menunggu. Beberapa waktu lalu memang ada rapat dengan dewan pengupahan, tapi itu hanya sebatas rekomendasi saja. Itu kan juga siklus lima tahunan, seharusnya sudah turun karena ini tahun pertama," katanya. 

Sementara, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DI Yogyakarta secara tegas menolak wacana pemerintah yang tidak akan menaikkan Upah Minimum Provinsi maupun Kabupaten, Kota (UMP/UMK) tahun 2021.

Hal itu menyusul turunnya Permenaker 18/2020 tentang Perubahan atas Permenaker 21/2016 tentang Kebutuhan Layak Hidup (KHL).

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved