Lanjutan Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law, ARB Bentuk Dewan Rakyat di Bunderan UGM
Hari ini (Selasa, 20/10/2020) Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) mengadakan aksi teatrikal dan orasi Dewan Rakyat di Bunderan UGM
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Hari ini (Selasa, 20/10/2020) Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) mengadakan aksi teatrikal dan orasi Dewan Rakyat di Bunderan UGM.
Aksi ini merupakan lanjutan dari unjuk rasa Menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020 lalu.
"Di sini kami akan teatrikal dan menunjukkan panggung bagaimana Dewan Rakyat bisa beroperasi. Format secara umum adalah ruang rakyat. Yang kita butuhkan ruang berkeadilan," ujar Humas ARB, Revo.
Dalam keterangan kepada wartawan, ia menjelaskan beberapa isu yang menjadi sorotan Dewan Rakyat.
Menurutnya, kerusakan alam yang terjadi di Indonesia adalah kerusakan ekologis yang massif dan sistematis dan dibuat oleh negara.
Baca juga: Ajukan Mosi Tidak Percaya, Aliansi Rakyat Bergerak Ajak Bangun Dewan Rakyat
"Omnibus law hanya salah satu saja. Hari ini banyak sekali project yang dibuat oleh negara yang menimbulkan kerusakan, seperti pembangunan pabrik semen di Kendeng dan di DIY sendiri yakni pembangunan bandara Kulon Progo," tuturnya.
Kedua, persoalan esktrem antara si kaya dan si miskin.
"Kita harus punya kesadaran negara hari ini hanya dikuasai oleh segelintir saja, oleh oligarki saja. Yang mewujud bukan hanya pada individunya, tetapi juga sistem yang disebut sebagai negara," ungkapnya.
"Kita harus mampu mendistribusikan ulang kekayaan yang hari ini dihabisi, kekayaan bangsa kita. Kita tidak tahu ekologis kita 10, 20 tahun ke depan, nasib buruh ke depan. Jangan bayangkan Anda punya anak cucu jika tidak ada batu penopang untuk Anda menginjak, tidak ada pohon tempat Anda mengambil dedaunan, tidak ada air untuk Anda minum," sambungnya.
Baca juga: Antisipasi Bencana Hidrometeorologi di Musim Hujan, BPBD Klaten Lakukan Sejumlah Persiapan
Ia mencontohkan, di dalam Omnibus Law misalnya, ada pereduksian terhadap AMDAL. Awalnya, kata dia, sebelum ada aksi besar-besaran keberadaan AMDAL di dalamnya dihapus, namun kini direduksi.
"Di mana orang-orang yang menolak itu hanya masyarakat sekitar yang terdampak, padahal kita tahu mekanisme dunia terdampak itu artinya dia punya keterikatan ekologis yang panjang bukan hanya desa, tapi hutan ekologis," bebernya.
Selain isu lingkungan, ARB juga mengangkat permasalahan kekayaan yang hanya dikuasai segelintir elit.
Karena itu, jelasnya, Dewan Rakyat dianggap penting sebagai bentuk solidaritas kepada rakyat Indonesia. Untuk melanjutkan kehidupan yang memiliki keadilan ekologis, keadilan gender, dan keadilan ekonomi.
"Kenapa kami menawarkan suatu Dewan Rakyat. Di sinilah syarat pertama adanya partipisasi aktif bagi setiap individu. Adanya kemungkinan teman-teman memberikan sumbangan yang jelas yang bisa didengarkan secara bersama-sama," ucapnya.
Baca juga: Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan HB X Berikan Pesan Ini ke Pengunjuk Rasa Susulan
"Yang kami tawarkan sekarang ada suatu mekanisme yang membuat semua elemen terhisap, ada mekanisme di mana segelintir orang menentukan hajat hidup orang banyak. Perjuangan ini akan terus kami upayakan, mengajak setiap elemen," sambungnya.
Humas ARB lainnya, Lusi mengatakan pihaknya akan terus melakukan kajian-kajian bersama, mengajak individu-individu, mengajak masyarakat untuk bersolidaritas.
"Perubahan sistem tidak hanya bisa dilakukan dari satu dua kali aksi saja karena itu kami siap melanjutkan aksi-aksi nyata kami membangun solidaritas horizontal. Memperkuat gagasan Dewan Rakyat kami," tutupnya. (uti)