Ekonom Faisal Basri Sebut Omnibus Law Cipta Kerja Membuat Ruang Untuk Korupsi Semakin Lebar

Ekonom Faisal Basri Sebut Omnibus Law Cipta Kerja Membuat Ruang Untuk Korupsi Semakin Lebar

Editor: Hari Susmayanti
KOMPAS.com/ADE MIRANTI KARUNIA SARI
Ekonom Senior Indef, Faisal Basri usai ditemui di Jakarta, Rabu (20/11/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja ini potensi korupsi di Indonesia semakin meningkat.

Menurutnya, Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan DPR dan Pemerintah pada 5 Oktober lalu merupakan bagian dari upaya sistematik untuk membuka ruang terjadinya korupsi.

Upaya sistematik ini mulai muncul sejak direvisinya UU KPK.

Kemudian berlanjut dengan disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang mendapatkan penolakan dari banyak elemen masyarakat.

"Dengan omnibus (law) ini, potensi korupsi meningkat, jadi ruang untuk korupsi itu semakin lebar," ujar Faisal dalam dalam acara diskusi bertajuk " UU Cipta Kerja vs Pemberantasan Korupsi", Kamis (15/10/2020).

"Apalagi kalau kita tidak boleh mengisolasikan omnibus law ini dalam ruang hampa, karena bagi saya ini suatu upaya sistematik dari rezim yang dimulai dari pelemahan KPK," kata Faisal Basri.

Baca juga: Viral Video Ambulans Dikejar dan Ditembaki Polisi Saat Demo Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta

Baca juga: Pemkot Yogya Izinkan Sekolah Buka Konsultasi Belajar Tatap Muka dengan Skala Sangat Terbatas

Faisal menuturkan, upaya sistematik itu terdiri pula dari revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 serta RUU Energi Terbarukan yang dinilainya memuluskan eksploitasi sumber daya alam.

Selain diterbitkannya peraturan-peraturan kontroversial di atas, Faisal juga menyoroti praktik demokrasi di Indonesia yang buruk.

Hal itu ditandai dengan lemahnya kekuatan oposisi yang menyababkan absennya fungsi pengawasan serta partisipasi masyarakat yang tidak tidak digubris.

"Power of society-nya melemah, sehingga inilah yang membuat kebebasan terganggu dan konsentrasi kekuasaan cenderung disalahgunakan, dengan cara represi, dengan cara membuat undang-undang yang prosesnya tidak kredibel, semua seolah-olah bisa diatur," kata dia.

Merujuk pada Indeks Demokrasi yang disusun Economist Intelligence Unit, Faisal juga mengungkapkan terjadi kemerosotan di erah Pemerintahan Jokowi dari peringkat 48 pada tahun 2016 menjadi 64 pada 2019.

Salah satu elemen yang merosot adalah budaya politik dan partisipasi masyarakat dalam politik.

"Ada masalah memang yang membuat benih-benih korupsi itu semakin meningkat," ujar Faisal.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengklaim UU Cipta Kerja bisa mendukung upaya melawan korupsi, baik dari sisi pencegahan maupun pemberantasan.

"Undang-Undang Cipta kerja ini akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ini jelas," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (9/10/2020).

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved