Beda Motif Pelaku Klitih Sekarang dan Dulu di Daerah Istimewa Yogyakarta

Kekerasan jalan (klitih) yang saat ini terjadi berbeda dengan klitih zaman dulu klitih lebih dekat dengan perselisihan antarsekolah.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Istimewa
ILUSTRASI - Enam remaja yang diduga akan melakukan klitih di Jalan Wates, Selasa (31/12/2019) 

Tribunjogja.com Sleman -- Kekerasan jalan (klitih) yang saat ini terjadi berbeda dengan klitih zaman dulu.

Hal itu diungkapkan oleh YB (25), eks pelaku klitih.

Menurut dia, klitih lebih dekat dengan perselisihan antarsekolah.

Perselisihan itulah yang sering menyebabkan tawuran antarsekolah.

Dengan begitu, pelaku klitih hanya menyerang sekolah-sekolah tertentu saja. Tentu saja sekolah yang dianggap sebagai musuhnya.

"Kalau dulu tu, sekitar 2010 sampai 2012, klitih lebih ke perselisihan antarsekolah. Untuk nyari musuh, kami datang ke sekolah musuh, datang ke tempat biasanya pada nongkrong. Misalnya ketemu sasaran di jalan, ya ditanyai dulu sekolah mana."

"Kalau bukan dari sekolah musuh ya sudah,"katanya pada Tribun Jogja, Selasa (06/10/2020).

Itulah mengapa seragam sekolah saat ini tidak ada tulisan nama sekolah.

Seragam identitas sekolah pun saat ini tidak dipakai.

Namun seiring berjalannya waktu, klitih berubah menjadi tindak kriminal.

Pelaku klitih tidak lagi menyerang sekolah, namun masyarakat secara umum.

Dua Bulan Berlalu, Polisi Belum Bisa Ungkap Pelaku Klitih di Barat Fly Over Jombor

BREAKING NEWS : Horor Jombor Pagi Buta, Agung Diklitih Belasan Pemotor

Tidak ada motif khusus, pelaku hanya melukai korban menggunakan senjata tajam kemudian meninggalkan korban.

Tak sedikit korban klitih yang mengalami luka-luka, bahkan ada pula korban klitih yang meninggal dunia.

"Kalau dulu saya memakai tangan kosong, mentok pakai batu. Yang jadi sasaran ya sekolah musuh. Zaman saya sekolah setiap angkatan ninggali satu musuh, nanti diteruskan angkatan berikutnya. Tetapi kalau sekarang sudah bukan sekolah lagi, tidak jelas apa,"terangnya.

Menurut warga Kotagede, Kota Yogyakarta itu, banyak faktor yang menyebabkan pelajar terlibat tawuran dan klitih.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved