Sleman

Pengamat Politik UGM Sebut Duel Srikandi di Pilkada Sleman Tak Seimbang

Secara iklim politik, wilayah Kabupaten Sleman lebih mendominasi dibanding dua Kabupaten lain yakni Bantul dan Gunungkidul.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Sleman 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Miftahul Huda

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Suhu politik di kontestasi Pilkada serentak 2020 di tiga Kabupaten wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai memanas pasca penetapan pasangan calon (paslon) yang dianggap sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rabu (23/9/2020).

Secara iklim politik, wilayah Kabupaten Sleman lebih mendominasi dibanding dua Kabupaten lain yakni Bantul dan Gunungkidul.

Hal itu karena adanya dua tokoh perempuan yang sama-sama memiliki pengaruh di wilayahnya masing-masing.

Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Drs. Purwo Santoso sepakat jika pilkada Sleman dari kubu Kustini Sri Purnomo-Danang Mahersa cukup mendominasi.

Dasar tersebut dilihat dari segi penguasaan medan, dan relasi sudah cukup lama.

Update Pilkada Sleman: Kustini Sri Purnomo Ajak Pelaku Industri Bambu Cebongan Manfaatkan Digital

Apalagi, Purwo menganggap suami Kustini yakni Sri Purnomo saat ini masih menjabat sebagai Bupati Sleman.

"Dimulai dari yang dianggap mendominasi, pasangan Kustini-Danang Mahersa dari segi penguasaan medan, ralasi sudah lama. Ditambah pak Sri sendiri saat ini masih menjabat, sangat diuntungkan," katanya, kepada Tribunjogja.com.

Ia menambahkan, secara eksistensi kunu Kustini lebih familiar karena Sri Purnomo dua kali menjadi Bupati. 

"Tentu relasi untuk menggaet suara lebih mudah. Itu terlepas dari partai-partai pengusungnya," imbuh Purwo.

Guru besar (Gubes) Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM ini menjelaskan, hal kedua yang membuat pasangan tersebut terlihat mendominasi, Purwo melihat adanya sikap yang Jawani tidak bisa dilepaskan oleh sosok Sri Purnomo dan Kustini.

Purwo melanjutkan, penantang terberat Kustini kali ini merupakan Sri Muslimatun.

Menurut dia akan ada perang dua srikandi di Kabupaten Sleman.

Hal itu karena dia melihat kiprah Danang Wicaksana secara kualitas masih bermain di level mikro.

KPU Sleman Tetapkan Tiga Paslon Bupati dan Wakil Bupati Sleman 2020

"Sehingga secara ekspose media juga masih lebih dominan Sri Muslimatun. Meski pak Danang merupakan kader muda dan lahir dari bawah," tegasnya.

Ia menilai jika asumsi head to head di hadapkan kepada dua perempuan ini dinamika politiknya tidak terlalu heboh.

"Karena bu Sri Muslimatun tidak punya kendaraan politik yang heboh juga. Sementara potensi kendaraan yang heboh sendiri ada di PDIP," imbuh dia.

Meski secara kapasitas Sri Muslimatun unggul dalam keorganisasian yakni sebagai satu di antara orang terpenting di yayasan Sakinah Idaman, menurut Purwo hal tersebut tidak menjamin memudahkan langkah Sri Muslimatun.

"Itu kan bisnis. Saya kira sulit jika dijadikan mesin politik. Sulit untuk menjalin sentimen. Secara fungsi politik belum cukup, karena tidak sistematik seperti kubu Kustini Sri Purnomi," sambung Purwo.

Ia menganggap ketegangan kontestasi akan terasa di kubu Kustini Sri Purnomo.

Namun, demikian kehebohannya tidak seberapa besar meski dua-duanya memiliki modal politik yang hampir sama.

Tekad Kustini Sri Purnomo Mengatasi Efek Pandemi di Sleman

Kustini Harus Waspadai Sandungan Partai Pendukung

Meski secara relasi kubu Kustini Sri Purnomo di atas angin, namun Purwo menganggap sandungan justru akan muncul dari partai pendukungnya yakni PAN.

"Bisa iya bisa tidak, tapi bendera dasarnya kan tetap PDIP," terang dia.

Ia menganggap PAN seharusnya lebih dihitung dan ditaruh di belakang dengan dasar kesadaran adanya problem di internal partai tersebut.

Meski terdapat 6 kursi di DPRD wilayah Sleman, suara PAN menurutnya tidak terlalu berpengaruh.

"Ya itu tadi, bisa iya bisa tidak. Karena problem internal dari partai itu sendiri yang membuat terkesan dikesampingkan," ungkapnya.

Pemkab Sleman Optimis Pilkada 2020 Tetap Dilaksanakan 9 Desember

Head to Head Sri Muslimatun-Kustini Tak Imbang

Pasca Musyawarah Daerah (Musda) yang dilakukan Partai Golkar, muncul perpecahan yakni para kader Beringin Muda (Beriman) Partai Golkar memutuskan pindah haluan ke kubu Kustini.

Secara keuntungan suara, Sri Muslimatun dalam kondisi kurang baik.

Karena beberapa kader muda partai pengusungnya tersebut justru mendarat ke Kustini.

"Ini terjadi head to head yang tidak berimbang antara dua perempuan ini," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved