Kisah Inspiratif
Unik dan Kreatif! Sate Kere Mbah Widyo di Yogya Gunakan Gending Jawa untuk Menarik Pembeli
Gending yang diperdengarkan beragam, di antaranya gending semar mantu, pangkur, ladrang manten, uyon-uyon, prajuritan, dan lain-lain.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Suara gending pangkur terdengar dari kejauhan di Jalan Veteran, Umbulharjo, Yogyakarta.
Banyak orang dibuat penasaran dari mana asal suara lagu tradisional Jawa itu.
Semakin lama suara yang terdengar semakin kuat bersamaan dengan melintasnya gerobag yang didorong seorang pria.
Rupanya gerobag Sate Kere Mbah Widyo itu adalah sumbernya.
Unik dan kreatif.
Mungkin sering kita temukan gerobag penjual klepon yang memperdengarkan lagu-lagu dangdut.
• Viral Medsos, Bubur Topeng Bu Nani di Yogyakarta, Begini Kisahnya
Namun, Widyo Laksito, pemilik gerobag sekaligus penjual Sate Kere Mbah Widyo ingin tampil beda.
"Saya berpikir apa yang beda dari yang lain. Saya juga punya jiwa seni dan saya senang gending. Kalau ada tandanya orang jadi tahu ini sate kere, ada tulisannya juga," ujar Widyo yang mengaku merupakan seorang abdi dalem ini.
Dengan lagu kesukaannya itu, Widyo mengaku merasa memiliki teman di sepanjang jalan yang membuatnya tidak merasa lelah.
“Jadi teman kita jalan, kalau di perjalanan enggak merasa capek,” ungkap pria kelahiran 31 Desember 1951 ini.
Adapun gending yang diperdengarkan oleh Widyo pun ada banyak ragam, di antaranya gending semar mantu, pangkur, ladrang manten, uyon-uyon, prajuritan, dan lain-lain.
Sementara untuk memutar lagu tersebut Widyo menggunakan teknologi yang cukup modern.
Ia memasang speaker, tape pemutar audio, dan flashdisk berisi file lagu-lagu gending yang selalu menempel di tape itu.
Bukan hanya gerobag itu yang unik, sate kere yang dijual Widyo pun termasuk langka ditemukan.
Saat ini, lebih banyak sate kere yang dijual berasal dari gajih atau koyor sapi.
Namun, sate kere buatan Widyo berbahan dasar tempe gembus.
• Unik, Lemari Makan Gratis Ajak Warga Jogja Berbagi di Tengah Pandemi Covid-19
“Sate gajih koyor itu bukan lagi sate kere. Itu sate gajih. Orang zaman dulu bukan itu yang dimakan karena baru makan daging setahun sekali, waktu hari raya. Aslinya sate kere dari tempe gembus dan bungkil. Bungkil itu dari ampas kacang,” jelas bapak dua anak ini.
Satu porsi sate kere Mbah Widyo dijual seharga Rp13 ribu.
Jangan salah mengira hanya sate kere tempe gembus yang didapat.
Dalam satu porsi, pembeli akan mendapat sate kere 4 tusuk beserta kuah kacangnya, lontong, sayur tempe dan jipang, serta minuman hangat jahe sereh.
Widyo mengaku memasak dan menyiapkan sendiri semua jualannya.
Resep sate kere ia dapat dari simbahnya yang pernah mewariskan resep sate kere dan gule resah kepadanya.
Sate kere Mbah Widyo memiliki cita rasa bumbu yang sangat meresap, manis sekaligus gurih.
Praktis, lidah kita akan dimanjakan dengan paket komplit makanan dan minuman tradisional Jawa dari berabad tahun silam.
Belum lagi jika memakan langsung di dekat gerobag Mbah Widyo, suara gending melengkapi nuansa nostalgia.
Tak lupa, di gerobagnya Widyo juga memasang nomor telepon yang menerima pesanan sate kerenya, yaitu di nomor 087838697096.
• Cerita Jamu Cekok nan Legendaris di Yogyakarta, Berusia 145 Tahun dan Hingga Kini pun Masih Eksis
Laris Manis, Jualan Habis Setiap Hari
Widyo bercerita, ia berjualan sate kere belum lama.
Tepatnya dimulai sejak ada pandemi Covid-19.
Sebelumnya, ia bekerja sebagai buruh bangunan.
“Sebelumnya saya tukang bangunan, sejak pandemi corona buruh susah cari kerjaan. Saya punya ide jualan. Saya bikin gerobag sendiri, besoknya langsung jualan,” beber Widyo.
Berkat kreativitas dan keunikan jualannya, tak diragukan jika dagangan Widyo selalu habis setiap hari.
Ia biasa keluar berjualan sebelum waktu dhuhur hingga sore hari.
“Keluar jualan maksimal dhuhur, selesai sampai sehabisnya. Alhamdulillah selalu habis, pukul 15.00-16.00 WIB biasanya sudah habis. Sehari saya jualan hitung lontongnya, kadang bawa 50, kadang 60. Satenya lebih banyak,” terangnya.
Widyo sehari-hari berkeliling di sekitar Kecamatan Umbulharjo.
Ia sendiri berdomisili di daerah Sorogenen, Umbulharjo.
Menurutnya, banyak orang menyukai sate kere jualannya karena tidak menyebabkan kolesterol.
Sebab terbuat dari tempe, bukan daging.
“Orang banyak yang senang, ini enggak bikin kolesterol,” ucapnya. (TRIBUNJOGJA.COM)