Hari Ini 97 Tahun Lalu, Perjanjian Laussane yang Jadi Tonggak Wilayah Turki Modern

Perjanjian Laussane ditandatangani 24 Juli 1923, hari ini 97 tahun lalu. Perjanjian ini praktis jadi titik awal eksistensi Turki modern

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
Ozan KOSE / AFP
Seorang pria mengibarkan bendera nasional Turki di alun-alun Hagia Sophia pada 15 Juli 2020. 

Mereka diizinkan memilih para pemimpin agama mereka sendiri. Namun, ini tidak dihormati Yunani, karena telah terus-menerus menghambat minoritas Muslim Turki 150.000 di wilayah-wilayah yang dikuasainya.

Pada saat Turki sekali lagi menegaskan hak dan perannya di Mediterania Timur, serta memperjuangkan hubungannya dengan UE, dampak Perjanjian Lausanne dapat dirasakan hingga hari ini.

Dengan tanggal kedaluwarsa perjanjian pada 24 Juli 2023, itu akan menjadi preseden bagi peran regional baru Turki, dan Visi 2023-nya yang akan menandai satu abad runtuhnya Kekaisaran Ottoman.

Agresifitas Politik Turki

Agresifitas Presiden Turki Erdogan hari-hari ini juga tampak mengemuka. Erdogan memainkan peran signifikan di Suriah, Irak, dan Libya di Afrika utara.

Militer Turki meningkatkan kehadiran mereka di ketiga wilayah tersebut. Di Suriah dan Irak, Turki secara terbuka melakukan serangan dan pendudukan jauh ke wilayah tetangganya.

Di Libya, Erdogan mengirimkan militer, pesawat tempur nirawak, kapal perang, logistik, peralatan militer, hingga menerbangkan milisi sipil bersenjata dari Suriah.

Turki menjadi pendukung kuat Government National Accord (GNA) yang dipimpin Faisal Saraj. Pemerintahan ini mendapatkan legitimasi PBB dan berbagai negara Eropa.

Mereka memiliki basis kekuatan di Tripoli dan Misrata. Sementara rival berat mereka, Libyan National Army (LNA) dipimpin Marsekal Khalifa Haftar.

LNA didukung penuh Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab. Kengototan Turki terlibat dalam konflik Libya erat kaitannya dengan penguasaan teritori di Laur Tengah.

Turki saat ini berusaha keras mengeksplorasi kandungan minyak lepas pantai yang garisnya bersinggungan dengan Libya.

Turki telah mengikat kesepakatan dengan pemimpin GNA untuk pengembangan tambang minyak lepas pantai di Laut Tengah ini.

Ini faktor yang menjadikan mengapa Turki sangat berkepentingan hadir dan berkemauan kuat menyelamatkan kelompok GNA.

Kemunculan perusahaan minyak Turki di Laut Tengah ini memicu kemarahan Yunani dan Siprus, yang merasa Turki memasuki Zona Ekonomu Eksklusif (ZEE) mereka.

Pemerintah AS telah meminta Turki menghentikan upaya eksplorasi minyak ini, terutama yang bersinggungan dengan Siprus.

"Amerika Serikat sadar Turki telah mengeluarkan NAVTEX (Navigational telex) untuk penelitian di perairan yang disengketakan di Mediterania Timur," kata juru bicara Kemenlu AS dikutip Sputniknews, Selasa (21/7/2020).

Dalam pernyataannya, juru bicara itu menambahkan AS mendesak pemerintah Turki menghentikan segala rencana operasi dan untuk menghindari langkah-langkah yang meningkatkan ketegangan di kawasan itu.

Pemerintahan Erdogan sejauh ini terbukti mampu melawan tekanan AS dan negara-negara Uni Eropa. Turki memiliki kartu truf sebagai alat tawar, yaitu soal arus imigran ke daratan Eropa.

Pada hari yang sama, sebagai bagian kegiatan eksplorasi hidrokarbon negara itu, Turki meluncurkan aktivitas penelitian seismik baru dengan kapal Turki Oruc Reis di Mediterania Timur melalui NAVTEX.

NAVTEX adalah akronim navigasi telex (pesan teks navigasi). Ini adalah perangkat yang digunakan pada kapal untuk memberikan Informasi Keselamatan Maritim jarak pendek di perairan pantai.

Sejak setahun lalu, Turki telah melakukan kegiatan eksplorasi dan pengeboran di dalam perbatasan laut negara itu di Mediterania Timur , menggunakan dua kapal pengeboran, Fatih dan Yavuz.

Yunani dan pemerintahan Siprus Yunani mengancam akan menangkap awak kapal. Orang-orang Yunani telah meminta para pemimpin UE untuk mengutuk kegiatan-kegiatan Turki.

Ankara telah secara konsisten menentang pengeboran sepihak pemerintah Siprus Yunani di daerah itu.

Ankara menyatakan Republik Turki Siprus Utara juga memiliki hak atas sumber daya menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Pada 1974, menyusul kudeta terhadap pencaplokan Yunani atas Siprus, Turki campur tangan sebagai kekuatan penjamin.

Republik Turki Siprus Utara didirikan pada 1983. Hingga saat ini, sengketa masih berlangsung, membelah Siprus menjadi dua wilayah yang dikuasai Siprus Yunani dan Siprus Turki.(Tribunnews.com/Middleeastmonitor.com/Sputniknews.com/Setya Krisna Sumarga)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved