Update Corona di DI Yogyakarta
Pekerja Lepas Setelah Pandemi Diprediksi Terus Meningkat
Kondisi pandemi mengakibatkan banyak perusahaan melakukan PHK, melepas karyawannya yang akhirnya masuk ke sektor pekerja informal.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Transaksi belanja daring selama pandemi Covid-19 mengalami tren yang meningkat.
Hal ini berdampak pula pada peningkatan jumlah gig workers atau pekerja lepas.
Peneliti yang juga Direktur Eksekutif Tenggara Strategics, Riyadi Suparno mengungkapkan kondisi pandemi mengakibatkan banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), melepas karyawannya yang akhirnya masuk ke sektor pekerja informal.
Ia pun memprediksi setelah pandemi, pekerja lepas akan terus meningkat.
• Grab Hadirkan 6 Solusi Digitalisasi UMKM di DIY Agar Bisa #TerusUsaha
Hal ini didukung pula oleh banyaknya pelaku usaha yang punya akses digital.
“Pekerja informal ini yang biasanya punya akses ke digital akan menjadi pekerja lepas yang mumpuni. Akan lebih banyak lagi pekerjaan-pekerjaan gig yang menarik ke depannya,” ujarnya dalam acara peluncuran program Grab #TerusUsaha melalui Webinar, Selasa (21/7/2020).
Riyadi menambahkan, untuk menghadapi tantangan persaingan ke depan, pekerja lepas harus masuk ke dunia digital.
Selain itu, ia berpesan agar para gig workers memiliki rekening dan kerap belajar kepada pekerja lain yang telah sukses.
Dalam kesempatan yang sama, hadir pula Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sri Sultan mengatakan frekuensi penggunaan platform digital yang akan datang mungkin cukup banyak kita lakukan.
Ia menjelaskan, siklus ekonomi yang sering disebut dengan gig economy mempekerjakan para talenta profesional independen dalam kontrak jangka pendek.
• BREAKING NEWS: Catat Rekor, 28 Kasus Baru Covid-19 di DIY
“Ketika pekerjaan dapat dilakukan kapan dan di mana saja, di sini pekerja memiliki kuasa atas waktu dan tempat kerjanya sehingga bisa lebih fleksibel,” katanya.
Sri Sultan menambahkan, dari sisi e-company, perusaahaan dapat memilih berapa banyak pekerja yang dibutuhkan dalam pekerjaan proyek tersebut.
Perusahaan juga dapat menyeleksi skill mana yang lebih memberikan keuntungan dengan menempatkan pekerja yang tepat. Hasilnya akan lebih tepat tuju, tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu.
Ia pun memberi catatan, dengan melihat prospek masa depan gig economy di Indonesia, pemerintah harus membuat kebijakan yang menengahi kedua pihak, perusahaan dan pekerja.
“Rekomendasi berdasarkan tingkat urgensinya perlu regulasi yang melindungi gig workers dalam keselamatan kerja dan PHK, hak upah, dan pelatihan vokasional yang memadai untuk gig workers termasuk mitra kerja yang berstatus UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah),” tambahnya. (TRIBUNJOGJA.COM)