Riwayat Perjalanan Luar Pulau Tiga Pasien Baru Covid-19 di Yogyakarta

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengumumkan 4 tambahan kasus baru Covid-19 di DIY pada 17 Juli 2020 dari pemeriksaan

Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI
Pemandangan Diorama Tugu Pal Putih, Kota Yogyakarta, Rabu (25/3/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM Yogyakarta -- Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengumumkan 4 tambahan kasus baru Covid-19 di DIY pada 17 Juli 2020 dari pemeriksaan sebanyak 352 sampel di lab yang ada di DIY.

Penambahan 4 kasus baru ini membuat total kasus positif Covid-19 di DIY menjadi 408 kasus.

Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih menjelaskan kasus baru tercatat sebagai 408-411.

Tiga dari empat kasus tersebut merupakan pelaku perjalanan dari luar Pulau Jawa.

"Kasus 409 laki-laki usia 37 tahun warga Bantul riwayat pelaku perjalanan Sulawesi Selatan, kasus 410 laki-laki usia 29 tahun warga Sleman pelaku perjalanan Kutai Kartanegara, dan kasus 411 laki-laki usia 27 tahun warga Sleman pelaku perjalanan Kalimantan Timur," beber Berty, Jumat (17/7/2020).

Sementara untuk satu kasus lain yakni kasus 408 merupakan laki-laki usia 25 tahun asal Sleman yang memiliki riwayat skrining pasien dan masih dalam penelusuran lebih lanjut.

"Laporan kasus positif yang sembuh pada 17 Juli 2020 sebanyak 1 kasus, sehingga jumlah kasus sembuh menjadi 314 kasus. Kasus sembuh tersebut adalah kasus 327 laki-laki usia 36 tahun warga Kulonprogo," urainya.

Laporan konfirmasi kasus Covid-19 di DIY per 17 Juli 2020 adalah total PDP sebanyak 2.090 orang di mana 122 orang masih menjalani perawatan.

Berdasarkan hasil lab, 408 orang dinyatakan positif (314 orang sembuh, 11 orang meninggal dunia), 1.527 orang dinyatakan negatif, dan masih menunggu hasil lab sebanyak 155 orang (27 orang meninggal dunia).

Sementara itu, total ODP yang tersebar di seluruh DIY yakni 8.106 orang.

Dampak Ekonomi

Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji ketika dimintai tanggapan terkait kesenjangan ekonomi dan juga tingkat kemiskinan di DIY yang menjadi tertinggi di Indonesia pada awal 2020, buka suara.

Ia menjelaskan saat ini tantangan yang dihadapi Pemda DIY semakin berat karena terpaan pandemi Covid-19.

"Saat Covid-19 ini makin banyak gini ratio. Kesenjangan antara kaya dan miskin (makin tinggi). Saat ini yang penting kita kejar tumbuh kembali," jelasnya, Jumat (17/7).

Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji
Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji (TRIBUNJOGJA.COM / Kurniatul Hidayah)

Ia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi DIY sudah turun. Ramalan dari Bank Indonesia pertumbuhan ekonomi akan minus 3 pada kuartal II nanti.

"Itu jadi perhatian kita, mendorong tumbuhnya ekonomi kita. Bagi mereka yang menerima bansos, manfaatkan sebaik-baiknya untuk konsumsi karena itu akan membuat perputaran ekonomi lebih baik. Sementara unit usaha UKM IKM segera melakukan aktifitas," ucapnya.

Ia berpesan kepada pelaku usaha, tetap harus menerapkan kehati-hatian dalam menjalankan usahanya.

"Tapi jangan kemudian harus seperti biasanya. Ini masanya Covid-19. Pemasaran bisa online, misal yang produksi makanan bisa take away. Kreativitas pengusaha UKM dituntut. Gini ratio tidak bisa dihindari. Kalau kita kejar pertumbuhannya mudah-mudahan gini ratio akan menyesuaikan," bebernya.

Disinggung mengenai target penurunan 7 persen pada 2022, diakui Aji sangat sulit. Hal tersebut lantaran pada 2020 angka kemiskinan di DIY tinggi.

"Meningkat berapa kali lipat. Kita kembali ke tahun sekian, kalau 2022 kita harus 7 tentu berat. Karena itu, memang target dalam RPJMD kita lakukan rasionalisasi kembali dengan indikator yang terjadi karena Covid-19," ucapnya.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan kesenjangan ekonomi tidak bisa dihindari. Pertumbuhan akan mengakibatkan terjadinya jenjang ekonomi antara warga satu dan lainnya.

"Hanya dalam pertumbuhan itu, orang yang punya kreatifitas, punya upaya, punya usaha, akan berkembang lebih dulu dari pada orang yang punya penghasilan tetap," ungkapnya.

Ia menambahkan, bahwa kesenjangan jangan dilihat daei sekadar perbedaan wilayah. Ia mencontohkan bahwa tidak bisa memaksa investor untuk melakukan investasi di wilayah tertentu agar perkonomian merata.

"Soalnya kalau investor, saya kan tidak bisa memaksa kamu haru inves di Gunungkidul, di Kulonprogo, itu nggak bisa. Dia kan yang menentukan pilihannya sendiri. Kalau milih Sleman atau di kota, kesenjangannya lebih besar seperti hotel dan sebagainya," urainya.

Sultan mengakui kesenjangan ekonomi tidak mudah untuk menyelesaikan dan ia mengatakan bahwa kesenjangan itu selamanya akan terjadi.

"Selama ini tidak pernah teratasi. Sing sugih ono, sugih banget ono, sing kecukupan ada, sing miskin ada. Kalau mau jalan keluar dengan data kemiskinan yang kita verifikasi kemarin jadi pilihan pemerintah pusat, yasudah yang bisa dibantu terus didampingi. Bisa berkembang nggak? Kalau bisa berkembang silahkan. Tapi kalau tidak berpendidikan, tidak punya kepandaian apapun, yowis dibantu sosial Rp 200ribu entah Rp 300ribu sebulan ya sampai mati mau opo maneh," urainya. ( Tribunjogja.com | Kurniatul H )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved