Kisah Putri Tukang Cukur Rambut asal Aceh yang Dilantik jadi Perwira Wanita Pertama Zeni Kowad
Kisah Putri Tukang Cukur Rambut asal Aceh yang Dilantik jadi Perwira Wanita Pertama Zeni Kowad
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Hari Susmayanti
Ia terus berlari, berlatih, dan belajar berkali-kali lipat dari biasanya. Dalam benaknya, ia tak ingin menyusahkan orangtuanya dan harus lulus menjadi taruna.
"Perjuangannya cukup berat. Begitu juga dengan saingannya. Dia dari kelas dua SMA memang sudah jiwanya kesitu. Ia bilang nggak mau kuliah, mau ikut tes.
Fisiknya memang kuat, dari SD, Desi sudah menjadi atlet. Dari kelas dua SMA, ia bilang tak ingin kuliah karena lihat kakaknya yang kuliah susah mungkin, mau jadi anggota militer aja.
Ya sudah, akhirnya latihan bersama omnya. Setiap hari berlari, berlatih fisik yang orang biasa kadang nggak sanggup, tapi dia kuat. Apapun dia hadapi, lalui dan kerjakan," tutur Adian.
Sampai akhirnya, perjuangan Desi berbuah manis.
Setelah seleksi yang panjang dan mengalahkan kandidat calon taruna-taruni pilihan dari seluruh Indonesia, Desi diterima menjadi taruni Akademi Militer (Akmil), tanpa biaya sepeserpun.
Selama empat tahun, ia ditempa di Lembah Tidar. Jauh dari orangtua, keluarga dan tempat kelahirannya.
Kini ia berhasil lulus dari Akmil, menyandang gelar Sarjana Terapan Pertahanan dengan IPK 3,49.
Desi meraih pangkat Letnan Dua dari Korps Zeni Kowad. Ia menjadi wanita pertama, perwira dari kecabangan Zeni.
Ayahnya, M Yahya berprofesi tukang potong rambut. Tukang cukur yang tempatnya menyewa di toko orang. Yahya menjadi tulang punggung keluarga, menafkahi keluarganya.
Baru setelah Desi lulus tahun 2017 lalu, Yahya berhenti karena sakit. Ibunda dan kakaknya menjadi tulang punggung keluarga.
"Tukang potong, profesinya. Dari kami kecil, beliau sudah bekerja sebagai tukang pangkas di toko orang. Sewa. Namun, beliau sudah berhenti sekarang. Saat Desi lulus tahun 2017. Waktu Desi tes, bapak sakit.
Bapak sakit darah tinggi dan mata kurang nampak saat melihat. Sementara mamak, ibu rumah tangga biasa. Saat bapak sakit, abang dan saya jadi tulang punggung," kata kakak perempuan Desi, Amalya, mendampingi ibunya.
Adian hanya berharap agar Desi menjadi perwira yang tangguh. Sumpah prajurit memang tak boleh ditinggalkan, tetapi salat utama dan tidak boleh ditinggalkan.
"Jadi perwira yang tangguh, sumpah prajurit jangan ditinggalkan dan salat. Salat yang utama," ujar Adian.