Yogyakarta
Minim RTH, DLHK DIY Desak Pemkot/Pemkab Perluas Vegetasi Perbaiki Kualitas Udara
Kepala DLHK DIY Sutarto mengatakan, secara tegas ia mengakui jika untuk saat ini wilayah dengan tingkat aktivitas kendaraan tertinggi yakni Kabupaten
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Miftahul Huda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Meski selama masa pandemi Covid-19 kualitas udara di DIY membaik, namun bukan berarti tidak ada upaya untuk terus memperbaikinya.
Seperti diberitakan sebelumnya, telah terjadi penurunan kandungan Karbon Moniksida (CO) atau gas beracun hasil dari pembuangan bahan bakar kendaraan bermotor.
Jika biasanya kualitas CO berasal dari gas pembuangan sepeda motor mencapai 5.000 mikro meter per kubik, saat pandemi turun menjadi 1.319 mikro meter per kubik.
Kemungkinan untuk meningkat pada angka 5.000 mikro meter per kubik bisa saja terjadi setelah masa pandemi berakhir, saat mobilitas kendaraan dan aktivitas lain kembali tinggi.
Sebagai upaya pengendalian kualitas udara, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY mendesak lima Kabupaten/Kota agar memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH).
• Kandungan Gas CO pada Kualitas Udara di DIY Selama Pandemi Covid-19 Turun Drastis
Kepala DLHK DIY Sutarto mengatakan, secara tegas ia mengakui jika untuk saat ini wilayah dengan tingkat aktivitas kendaraan tertinggi yakni Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta, masih minim RTH.
Ia menilai, dua wilayah tersebut membutuhkan ruang terbuka hijau supaya kualitas udara dapat dikendalikan.
Karena menurutnya, pengadaan RTH bukan menjadi kewenangan Pemda DIY. Sutarto membandingkan dengan Kota Surabaya.
Di sana, lanjut dia, kebijakan Wali Kota untuk membangun RTH di setiap sudut Kota termasuk baik.
"Sehingga meski pun Industri di sana padat, namun kualitas udara dapat dikendalikan. Jogja harus seperti itu, saya kira itu kebijakan Wali Kota atau Bupati masing-masing," urainya.
• Kualitas Udara Baik, WALHI Minta Pemkot Yogya Perhatikan Fasilitas Pesepeda dan Pejalan kaki
Program penutupan lahan pun menjadi pekerjaan rumah bagi Pemda DIY maupun Pemerintah Yogyakarta.
Pasalnya, sejauh ini target penutupan lahan atau vegetasi di DIY seharusnya mencapai 65 persen dari luas DIY yang mencapai 3.186 Kilometer persegi.
"Namun pointnya saat ini hanya 56 persen. Itu pun lebih banyak didukung dari luas hutan dan sebagainya. Kalau dalam kotanya masih minim. Sangat berat untuk mencapai 65 persen," ungkapnya, saat ditemui Tribunjogja.com, Jumat (12/6/2020)
Ia melanjutkan, pencapaian target yang sulit tersebut lantaran kepemilikan lahan yang sempit dan termonopoli, sementara pertumbuhan sosial dan ekonomi sangat tinggi.
Hal itu membuat Pemda DIY sulit untuk membuka lahan baru untuk RTH. Namun, yang perlu dimaksimalkan justru di kawasan perkotaan.
Hal itu lantaran aktivitas penduduk di titik tersebut cukup padat.
Ia mengakui RTH yang masuk di DIY untuk saat ini menurutnya hanya kebun binatang Gembiraloka serta penghijauan di bantaran-bantaran sungai.
"Hanya Gembiraloka saja dan bantaran-bantaran sungai. Selain itu kami tidak punya RTH. Yang berhak dan punyai wewenang itu justru di pemerintah Kota/Kabupaten. Silakan buat SK untuk penghijauan, penambahan RTH seperti Surabaya," ungkap dia.
Perbaikan kualitas udara melalui RTH menurutnya dirasa menjadi penetralisir kandungan CO dari gas pembuangan kendaraan bermotor.
Selain itu, kandungan pH air hujan juga menurutnya akan dibawah mutu standar yang ditekankan.
• DLH Menyebut Kualitas Udara Kota Yogyakarta Membaik sejak Maret
"Sekarang saja tingkat polusi dari debu (PM) mencapai 21 mikro meter per kubik," terang dia.
Perbanyak RTH Atau Bendung Pertumbuhan Kendaraan Bermotor
Tak bisa dipungkiri, sebagai kota pelajar dan gudangnya pariwisata DIY menjadi jujukan para wisatawan dan aktivitas para pelajar dan mahasiswa.
Mereka rata-rata menggunakan kendaraan pribadi daripada harus memakai kendaraan umum.
Direktorat Jendral Lalu Lintas Ditlantas Polda DIY pun mengakui itu.
Setiap tahunnya terjadi pertumbuhan kendaraan bermotor.
Pertambuhan itu hanya daftar kendaraan motor yang baru diregistrasi.
Artinya itu bersumber dari warga DIY itu sendiri, belum termasuk para wisatawan dan mahasiswa.
Ditlantas Polda DIY Kombes Pol I Made Agus Prasatya mengatakan, pertumbuhan kendaraan setiap tahunnya di DIY tidak terlalu tinggi.
Pada tahun 2018 kemarin saja misalnya, jumlah keseluruhan kendaraan yang teregistrasi mencapai 2.766.289 kendaraan dari segala jenis.
Dengan rincian 2.722.056 kendaraan milik perseorangan, dan 32.468 milik pemerintahan, sementara 11.765 sisanya kendaraan operasional perusahaan.
Sedangkan ditahun 2019 Ditlantas Polda DIY mencatat terjadi peningkatan kepemilikan kendaraan yang mencapai 2.919.609 kendaraan dari segala jenis.
Rinciannya, 2.863.181 merupakan kendaraan perseorangan, 44.642 dimiliki pemerintahan dan 11.786 sisanya merupakan kendaraan umum atau operasional perusahaan.
• Miss Earth Indonesia Air 2019 Ajak Masyarakat Luas Setop Tindakan Meracuni Lingkungan
"Kenaikannya di dua tahun itu tidak begitu tinggi. Berarti sekitar 153.320 kendaraan. Hanya sekian persen saja, namun dampak untuk polusi kan tetap terasa, karena semuanya berbahan bakar premium atau bensin," ungkapnya.
Sementara tingkat kepadatan lalu lintas, Ditlantas Polda DIY bersama Dishub DIY telah menggolongkan beberapa wilayah dengan tingkat rasio kepadatan lalu lintas.
Tingkat rasio dari jumlah keseluruhan kendaraan yang bermobilisasi akan terekam ke dalam pantaun.
Patokan angka rasio tersebut maksimal diangka 1. Untuk DIY sejauh ini masih diantara 0,5 hingga 0,7 rasio kepadatan lalu lintasnya.
"Itu fluktuatif, jika di hari-hari besar tentu akan naik kepadatannya," imbuhnya. (TRIBUNJOGJA.COM)