Silahkan Bersepeda tapi Jangan Berkerumun di Malioboro hingga Alun-alun Yogyakarta
tidak mengizinkan para pesepeda berhenti di titik-titik tertentu, misal Tugu, Malioboro, Titik Nol, dan Alun-Alun Utara.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA - Setelah ribuan pesepeda memadati jantung Kota Yogyakarta pada dua hari terakhir, berbagai kebijakan pun diambil agar kondisi serupa tak kembali terulang.
Salah satunya dengan tidak mengizinkan para pesepeda berhenti di titik-titik tertentu, misal Tugu, Malioboro, Titik Nol, dan Alun-Alun Utara.
"Silahkan bersepeda, tapi tidak boleh kumpul. Tidak boleh berhenti. Malioboro tidak boleh untuk selfie dan kongkow termasuk Titik Nol dan Tugu. Silahkan mereka bersepeda (lalu) pergi. Nanti dibubarkan (kalau berhenti dan berkumpul), semua anggota TNI/Polri difokuskan di sana," tegas Kepala Satpol PP DIY Noviar Rahmad, di Kepatihan, Senin (8/6/2020).
Noviar menjelaskan ia bersama tim gabungan menambah jumlah personil yang berjaga di kawasan Malioboro.
Kondisi biasa, ia mengatakan ada dua regu yang berjaga masing-masing di Titik Nol dan di Malioboro.
"Mulai senin, pukul 10.00 sudah ditempatkan 4 regu sepanjang Malioboro dan 2 regu di Alun-Alun Utara. Kemudian mulai Sabtu Minggu besok seluruh personil gabungan mulai pukul 06.00 saya tempatkan di sepanjang Tugu sampai Alun-Alun Utara. Termasuk malam Minggu personil fokus di sini semua," ungkapnya.
Ia menambahkan, telah melakukan koordinasi dengan Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta untuk fokus menurunkan personil di wilayah tersebut, termasuk juga berkomunikasi dengan Kepala UPT Malioboro.
"Sudah saya hubungi tadi untuk ikut mengerahkan Jogoboro membubarkan kerumunan pesepeda di Malioboro dan sekitarnya," ungkapnya.

New Normal di Yogyakarta
Fenomena kerumunan yang dibarengi dengan abai terhadap protokol kesehatan membuat pemberlakuan New Normal di DIY terancam mundur.
Pemda DIY telah merancang berbagai persiapan menuju New Normal setelah status tanggap darurat berakhir pada 30 Juni 2020 mendatang, didukung dengan kasus Covid-19 yang mulai melandai. Namun kini semuanya harus kembali dipertimbangkan.
"Saya mendapat banyak informasi bahwa satu dua hari kemarin banyak kerumunan. Ada yang di depan pasar Malioboro, Tugu, dan Titik Nol. Ini perlu jadi perhatian masyarakat. Kita tidak boleh (terlena) dengan rencana pemerintah pusat ada new normal, DIY masih tanggap darurat. Tanggap darurat masih ada larangan orang berkerumun, protokol kesehatan wajib dilakukan," ungkap Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji, di ruang kerjanya, Senin (8/6/2020).
Ia menjelaskan, dalam situasi tersebut masih banyak warga yang tidak mau menjaga jarak dan tidak mengenakan masker.
"Kalau terjadi penularan, angel banget tracingne siapa yang tanggal segini dolan nang Malioboro," ucapnya.
Aji paham bahwa masyarakat mulai capek diminta untuk tetap diam di rumah. Tapi tindakan yang dilakukan dengan bersepeda lantas menciptakan kerumunan, tidak bisa dibenarkan.
"Kita ingin membuka pelan-pelan, tapi bukan seperti itu. Kita buka ekonominya, kulinernya dulu agar jalan dengan baik. Kalau tetap mau sepedaan ya jangan berhenti lalu berkerumun," ingatnya.

Aji menambahkan, bila masyarakat masih tidak mematuhi imbauan pemerintah, maka otomatis new normal tidak dapat diterapkan dalam waktu dekat.
"Seperti ini bisa mundur. Kalau dulu jalanan macet tapi mereka nggak turun. Sekarang sudah pada berhenti (berkerumun). Jagongan dicopot maskernya. Kalau sampai ada kejadian masyarakat nggak disiplin, nggak usah nunggu kasus. Untuk mengambil kebijakan nggak usah nunggu kasus," tegasnya
Tanggapan Aktivis

Maraknya pesepeda yang membanjiri ruang-ruang publik di DIY juga mendapat respon dari aktivis Elanto Wijoyono.
Meski sangat hobi dan gemar bersepeda, kali ini Elanto ikut geram dengan banyaknya pesepeda musiman di DIY.
Masalahnya, menurut dia mereka hadir hanya untuk berswa foto dan bersenang-sanang dengan sepedanya.
"Jarang dari mereka yang sedikit mematuhi protokol kesehatan. Itu sama saja kurang tepat. Untuk itu, Pemda DIY harus tegas dalam membuat peraturan. Karena pandemi Covid-19 ini belum mereda," katanya saat dihubungi Tribunjogja.com, Senin (8/6/2020).
Respon tersebut ditujukan untuk menanggapi rencana Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono yang mengancam akan mengclose publik area, jika masyarakat tetap berkumpul tanpa mengenakan masker dan protokol kesehatan yang ditentukan.
Secara tidak langsung pria yang sempat viral atas aksinya yang menghadang konvoi Moge pada Agustus 2015 silam ini pun setuju dengan rencana Sultan.
Namun, ia juga sedikit menyindir Pemda DIY dalam penanganan Covid-19 selama ini.
Menurutnya, Pemda DIY tidak memiliki arah dalam penanganan dan pencegahan Covid-19.
Misalnya, lanjut dia, sejauh ini banyak pendatang yang masuk ke DIY tanpa adanya protokol yang ketat, baik itu di perbatasan maupun di level desa.
Kedua, arah status tanggap darurat yang tidak memiliki payung hukum yang jelas mengakibatkan penegak hukum kesulitan menindak para pelanggar.
"Saya terus terang kasihan dengan Satpol-PP mereka bekerja tidak bisa bertindak apa-apa hanya seporadis saja dalam menertibkan masyarakat. Karena payung hukumnya tidak jelas," terang dia.
Ia lantas membandingkan dengan wilayah DKI. Di sana menurutnya, setiap Surat Keputusan dari Gubernur dijelaskan detail dan tujuannya.
Misalnya, masih kata Elanto, terkait penerapan ganjil genap untuk kendaraan yang melintas, SOP driver Ojol yang harus dipatuhi, serta keamanan di ruang publik.
"Dan di DIY ini mana? Status tanggap darurat ada atau tidak terkait point-point perilaku yang harus ditekankan di ruang-ruang publik. Khususnya bagi pesepda musiman yang mulai ramai seperti saat ini?" Tegas Elanto. ( Tribunjogja.com |