Silahkan Bersepeda tapi Jangan Berkerumun di Malioboro hingga Alun-alun Yogyakarta
tidak mengizinkan para pesepeda berhenti di titik-titik tertentu, misal Tugu, Malioboro, Titik Nol, dan Alun-Alun Utara.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
"Kita ingin membuka pelan-pelan, tapi bukan seperti itu. Kita buka ekonominya, kulinernya dulu agar jalan dengan baik. Kalau tetap mau sepedaan ya jangan berhenti lalu berkerumun," ingatnya.

Aji menambahkan, bila masyarakat masih tidak mematuhi imbauan pemerintah, maka otomatis new normal tidak dapat diterapkan dalam waktu dekat.
"Seperti ini bisa mundur. Kalau dulu jalanan macet tapi mereka nggak turun. Sekarang sudah pada berhenti (berkerumun). Jagongan dicopot maskernya. Kalau sampai ada kejadian masyarakat nggak disiplin, nggak usah nunggu kasus. Untuk mengambil kebijakan nggak usah nunggu kasus," tegasnya
Tanggapan Aktivis

Maraknya pesepeda yang membanjiri ruang-ruang publik di DIY juga mendapat respon dari aktivis Elanto Wijoyono.
Meski sangat hobi dan gemar bersepeda, kali ini Elanto ikut geram dengan banyaknya pesepeda musiman di DIY.
Masalahnya, menurut dia mereka hadir hanya untuk berswa foto dan bersenang-sanang dengan sepedanya.
"Jarang dari mereka yang sedikit mematuhi protokol kesehatan. Itu sama saja kurang tepat. Untuk itu, Pemda DIY harus tegas dalam membuat peraturan. Karena pandemi Covid-19 ini belum mereda," katanya saat dihubungi Tribunjogja.com, Senin (8/6/2020).
Respon tersebut ditujukan untuk menanggapi rencana Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono yang mengancam akan mengclose publik area, jika masyarakat tetap berkumpul tanpa mengenakan masker dan protokol kesehatan yang ditentukan.
Secara tidak langsung pria yang sempat viral atas aksinya yang menghadang konvoi Moge pada Agustus 2015 silam ini pun setuju dengan rencana Sultan.
Namun, ia juga sedikit menyindir Pemda DIY dalam penanganan Covid-19 selama ini.
Menurutnya, Pemda DIY tidak memiliki arah dalam penanganan dan pencegahan Covid-19.
Misalnya, lanjut dia, sejauh ini banyak pendatang yang masuk ke DIY tanpa adanya protokol yang ketat, baik itu di perbatasan maupun di level desa.
Kedua, arah status tanggap darurat yang tidak memiliki payung hukum yang jelas mengakibatkan penegak hukum kesulitan menindak para pelanggar.
"Saya terus terang kasihan dengan Satpol-PP mereka bekerja tidak bisa bertindak apa-apa hanya seporadis saja dalam menertibkan masyarakat. Karena payung hukumnya tidak jelas," terang dia.