Marwan Jafar Sebut New Normal Itu Momentum Menjanjikan
Momentum berharga untuk menata ulang dan melakukan perubahan seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara secara mendasar, elementer.
Momentum bagi rumah sakit-rumah sakit untuk menyiapkan para dokter berbagai spesialis dan para medis untuk mendukung peningkatan pelayanan cepat, tepat dan akurat, dengan dibantu BPJS gratis, khusus diberikan pada masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi manakala kondisi ekonomi nasional kembali membaik. Negara harus berpihak serius pada masyarakat kita yang belum beruntung secara ekonomi tersebut. Pandemi Covid-19 ini menemukan momentumnya, dan APBN kita harus ramah pada kaum mustadh’afin.
Selain itu, Rumah Sakit juga perlu dilengkapi berbagai buku bacaan, referensi atau literatur dan jurnal bidang kesehatan yang memadai sehingga ke depan menjadi tepat rujukan studi ilmiah maupun studi banding bagi pihak-pihak lain, seperti terjadi pada era keemasan Ibnu Shina dsb.
Keempat Pengembangan bidang SDM Pendidikan. Pandemi ini juga harus menjadi momentum berharga bidang pengembangan SDM bidang pendidikan. Karenanya, perlu dilakukan secara lebih nyata, bukan semata-mata agar SDM pendidikan mulai tingkat Dasar sampai Perguruan Tinggi menerapkan sistem pendidikan yang adaptif, responsif-solutif terhadap kebutuhan masyarakat, tidak gonta-ganti kurikulum, dan mampu bersaing di dunia internasional di tengah global community.
"Sebagai wakil rakyat, saya juga sedih dan prihatin meratapi keadaan ini, dimana berapa ribu orang yang selama ini mendapatkan beasiswa dari uang negara dari berbagai kedinasan Kementerian/Lembaga belum terlihat kontribusinya, dimanakah mereka selama ini berada ketika negara sedang memanggil? Ketika negara sedang membutuhkan. Ini harus ditata ulang secara total pula keberadaan mereka agar tidak terjebak pada ritual rutinitas birokratif dan administratif. Harus dialih-fungsikan untuk melakukan berbagai fungsi atau job bidang penelitian, penemuan dan inovasi berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Hasil temuan harus dipatenkan sebagai HAKI. Tentunya harus disertai pemberian intensif atau honorarium yang memadai dan diupayakan sesuai standar internasional ", katanya.
Kelima, Perlunya penyusunan Buku Paduan Baku Kebencanaan, baik bencana alam maupun non alam, berikut disertai dengan sejarah, cara penanganan masing-masing bencana, road-map, SOP, dan hal- hal yang melingkupinya, serta termuat gagasan-gagasan besar untuk dapat digunaksn referensi generasi mendatang.
"Sebagaimana beberapa kali saya sampaikan, momentum “ era normal baru” harus dimanfaatkan untuk mencatat seluruh peristiwa kebencanaan di Tanah Air. Sebagai contoh adalah mencatat seluruh peristiwa pandemi Covid-19 ini secara mendetail, mendalam dan komprehensif. Mulai dari bencana banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi dan tsunami, wabah malaria, TBC, pes, flu burung, SARS, MERS, hingga pandemi Covid-19, dan mungkin ada bencana lainnya yang bersifat non alam lainnya, seperti misalnya: penyebaran kimia, perang bioteknonogi dan nuklir. Dan, mungkin juga ada bencana lainnya di sama yang datang, dimana kita semua sebagai manusia tidak tahu apa yang terjadi di kemudian hari. Hanya Allah, Tuhan YME yang tahu. Oleh karena itu, “era tatanan baru” ini menjadi momentum menjajikan yang berharga untuk kita selalu mengantisipasi dan siap siaga," paparnya.
Marwan mengakui, sudah ada buku panduan yang disusun oleh berbagai pihak terkait kebencanaan, terutama termasuk respon dan reaksi khusus Covid-19, mulai dari pengertian-pengertian/definisi-definisi dasar, manajemen sederhana, pencegahan mauoun penanganan.
Namun demikian, dinilai masih bersifat parsial, teknis dan reaksioner, belum mencakup secara komprehensif berdasarkan kajian dan analisis yang mendalam dari berbagai perspektif, baik manajemen pencegahan dan penanganan, SDM, infrastruktur, daya dukung, SOP, dan lainnya.
"Mendesak untuk dilakukan penyusunan Buku Panduan Baku atau Blueprint Kebencanaan secara nasional dan komprehensif sehingga menjadi rujukan bagi pihak-pihak dalam maupun luar negeri", tandanya.
Keenam, Bidang Pangan. Perlunya mengubah "ritual mantra-mantra" bidang pangan yang selama ini digunakan dari berbagai era, menuju rekonstruksi tata kelola pangan, mulai penyediaan infrastruktur dan SDM terkait sebagai langkah antisipasi bila terjadi bencana serupa sehingga tidak terjadi krisis dan berujung pada kartelisasi pangan nasional. Ritual “mantra-mantra” kemandirian dan kedaulatan pangan harus kita paksaan untuk mewujudkannya, “Era tatanan baru” menemukan momentumnya.
Saatnya memanfaatkan potensi sumber daya alam dan kekayaan pangan dalam negeri yang terhampar luas di pedesaan, di seluruh tanah air. Saatnya mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan aneka ragam potensi nabati dan hayati dengan sentuhan modernisasi agar memiliki daya ekspor, bukan impor.
"Pemerintah telah melakukan berbagai langkah kebijakan dan bantuan insentif kepada para petani dan nelayan. Kemudian saya berharap peternak, perkebun, dan UMKM di bidang pangan juga mendapatkan bantuan insentif serupa. Kita terus dorong Kementerian/Lembaga terkait termasuk BUMN bidang pangan untuk menata ulang tata kelola pangan secara total dan komprehensif sesuai kebutuhan masyarakat, termssuk di “era normal baru” ini, baik aspek manajemen kelembagaan, industri dan investasi sehingga tercapai kedaulatan pangan nasional, bukan sekedar holdingisasi dan memperbaiki ekosistem perusahahaan” imbuhnya.
ketujuh Sumber Daya Energi. Perlu penguatan sumber daya energi yang ada, baik aspek energi alam, energi terbarukan maupun infrastruktur bidang energi untuk dikelola dengan baik sehingga negara kita tidak terlalu bergantung pada sumber energi dari pihak lain.
"Banyak ahli bidang energi dalam negeri yang bisa terus dioptimalkan, tidak terbatas pada alih teknologi namun juga temuan dan inovasi", katanya.
Ini juga momentum untuk menata ulang secara radikal tata kelola energi nasional, dan tidak impor secara besar-besaran di bidang migas. Potensi energi yang terkandung di dalam perut bumi negara sangat melimpah, tinggal kita merawat dan menjaganya. Para ahli geologi, ahli pertambangan, ahli minyak harus bekerja maksimal dengan upah dan fasilitas yang memadai dan berstandar internasional. Kita “gugat” profesionalisme mereka. Dan, inilah momentumnya untuk mengantisipasi kelangkaan energi.