Sains
Para Pakar WHO Peringatkan Gejala Baru Virus Corona
Studi kasus lain telah menggambarkan ensefalitis Covid-19 yang parah (peradangan dan pembengkakan otak) dan stroke pada orang muda yang sehat dengan g
TRIBUNJOGJA.COM - Virus corona memunculkan gejala baru yang menjadi perhatian para pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Gejala baru virus corona yang muncul yakni kesulitan berbicara dan halusinasi.
Sebelumnya, gejala-gejala umum yang muncul pada orang yang terinfeksi virus corona yakni demam, sesak napas, batuk, flu, dan dapat juga tidak tampak gejala.
Dilansir dari Metro Senin (18/5/2020), saat ini WHO telah menyatakan bahwa kesulitan berbicara dan kurangnya gerakan juga dapat menjadi gejala virus corona.
"Sebagian besar orang yang terinfeksi virus Covid-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus," ujar pakar WHO.
• UPDATE Sebaran Virus Corona di Indonesia hingga Rabu 20 Mei Pagi, Rincian Lengkap dari 34 Provinsi
Kesulitan berbicara
Sementara itu, WHO juga menjelaskan bahwa gejala serius dari terinfeksi virus corona yakni kesulitan bernapas atau sesak napas, nyeri atau tekanan di dada, dan kehilangan kemampuan berbicara atau bergerak.
Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa kesulitan dalam berbicara juga bisa menjadi tanda dampak virus corona dan pada kesehatan mental.
Peneliti di Orygen dan La Trobe University di Melbourne melaporkan, beberapa pasien telah mengalami episode psikotik sebagai akibat dari virus corona.
Dr Ellie Brown, penulis utama studi ini, menggambarkan Covid-19 sebagai pengalaman yang membuat stres bagi semua orang, terutama mereka yang memiliki kebutuhan kompleks.
• Angka Penularan Virus Corona Nyaris Menembus 5 Juta Kasus di Seluruh Dunia
Menurutnya, menghabiskan waktu yang lama dalam isolasi atau tanpa kontak keluarga dapat memicu tekanan psikososial yang substansial, yang menyebabkan episode psikosis.
Pasien juga dapat mengalami gejala seperti halusinasi, pikiran yang terganggu, atau mendengar suara.
Profesor Richard Gray, peneliti lainnya mengatakan mereka yang mengalami psikosis membutuhkan lebih banyak bantuan dalam menangani pandemi.
"Ini adalah kelompok yang mungkin akan membutuhkan lebih banyak dukungan, dengan isolasi, jarak fisik, mencuci tangan, dan lainnya. Dokter mungkin adalah orang-orang yang perlu berpikir dan bekerja pada hal penanganan pandemi untuk membantu populasi yang rentan ini," ujar Richard.
• Kronologi 88 Warga Jalani Rapid Test Virus Corona Setelah Gelar Pesta Adat Sambut 4 Pasien COVID-19
Halusinasi