Kisah Perjuangan Pria Bojonegoro yang Ingin Nikahi Gadis Pujaannya, Rela Jalani Isolasi di Sekolahan
Kisah Perjuangan Pria Bojonegoro yang Ingin Nikahi Gadis Pujaannya, Rela Jalani Isolasi di Sekolahan
TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Perjuangan Edy (27) warga Bojonegoro, Jawa Timur untuk mempersunting gadis pujaanya di tengah pandemi virus corona tidak mudah.
Pria yang berkerja sebagai karyawan swasta di Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut rela menjalani karantina selama 14 hari untuk bisa mempersunting kekasihnya.
Sang kekasih merupakan warga Pedukuhan Jamus, Kelurahan Pengasih, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
Namun sebelum bisa mempersunting kekasihnya, Edy harus menjalani karantina 14 hari di kompleks sekolahan di wilayah Pengasih.
Rencananya pernikahan berlangsung di Jamus pada 3 Juni 2020 mendatang.
Sejatinya, semua direncanakan jauh hari, bahkan matang sebelum pandemi Coronavirus Diseases 2019 (Covid-19).
Namun, karena saat ini tengah marak penularan virus corona, Edy pun harus menyesuaikan rencananya itu.
Sambil menunggu hari pernikahannya dia harus rela dikarantina di dalam komplek sekolah TK Pamardi Putra 3 Pengasih.
Komplek terdiri dari dua bangunan, yang lama di depan, sedangkan yang baru di belakang.
• UPDATE Terkini Virus Corona di Indonesia 19 Mei 2020: Bertambah 486, Kasus Positif Kini Jadi 18.496
• Pemda DIY Belum Bahas Perpanjangan Status Tanggap Darurat Covid-19
Bangunan baru terdiri tiga ruang, plus satu ruang UKS, dan kamar mandi di luar.
Tiap ruang tersedia tikar dan kasur.
Edy menempati satu ruang di sana.
“Karena memang sudah aturannya dan harus melalui seperti ini, saya ikuti saja,” kata Edy berbicara dari kejauhan, Senin (18/5/2020).
Edy berangkat dari Sukoharjo dan tiba di Jamus pada hari Minggu (17/5/2020) malam.
Ia langsung masuk karantina.
Ketua Desa Tangguh Bencana (Destana) Kalurahan Pengasih, Indarto mengungkapkan, mereka yang datang dari luar wilayah mesti menjalani isolasi seperti ini, baik mandiri di rumah maupun seperti Edy, di sekolah TK.
Indarto menerangkan, isolasi ini penting untuk mengantisipasi virus corona menjangkiti warga.
“Warga waspada,” kata Indarto.
Usai Destana Pengasih mencatat banyak orang datang masuk kalurahan di tengah pandemi seperti ini.
Warga mengantisipasi potensi penularan corona dengan menerapkan isolasi mandiri.
Mereka yang tidak memiliki ruang untuk isolasi mandiri akan menjalani karantina yang disediakan Destana di TK ini, seperti yang dijalani Edy.
Destana juga membangun pos utama sebagai sentral koordinasi untuk menanggulangi Covid-19 masuk semua wilayah Pengasih.
Pos kebetulan berdiri depan sekolah TK ini.
“Kalau ada pendatang, warga melapor ke kami, kami datang dan mengedukasi agar mereka melakukan isolasi mandiri.
Mereka membuat surat pernyataan sedia isolasi mandiri,” kata Indarto.
Setelah dua pekan, mereka baru bisa berinterinteraksi dengan masyarakat Pengasih.
Destana juga melibatkan petugas medis dan Babinsa untuk memastikan kesehatan mereka yang isolasi di TK maupun isolasi mandiri.
Sampai sekarang, sudah tiga orang menjalani isolasi di TK ini.
Yang pertama adalah pemudik dari Jakarta masuk ke Pedukuhan Ngento, Pengasih.
Warga mengisolasi diri di TK hingga dua pekan.
Kedua, warga asal Serut yang kehilangan pekerjaan di Semarang.
Ia sudah menjalani 9 hari isolasi di sini.
“Kemudian pemuda asal Bojonegoro ini, baru masuk semalam,” kata Indarto.
Pemuda ini tetap berniat melangsungkan pernikahan sesuai tanggal yang direncanakan. Sebelum semuanya berlangsung, ia mesti menjalani isolasi di Jamus. “Dan dia ini warga yang mau bekerja sama baik,” Indarto.(*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kisah Jejaka Bojonegoro Rela Dikarantina di Sekolah Yogyakarta Demi Bisa Menikahi Gadis Pujaan Hati