Segera Tayang, Film ‘Miracle in Cell No 7’ Versi Indonesia Akan Disesuaikan dengan Kultur Lokal
Film ‘Miracle in Cell No 7’ versi Indonesia akan segera tayang. Falcon Pictures, selaku rumah produksi film telah merilis sederet foto teaser untuk
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Rina Eviana
TRIBUNJOGJA.COM - Film ‘Miracle in Cell No 7’ versi Indonesia akan segera tayang. Falcon Pictures, selaku rumah produksi film telah merilis sederet foto teaser untuk para penggemar yang sudah menunggu.
Beberapa aktor baru Indonesia turut andil membintangi film remake asal Korea Selatan itu.
Di antaranya ada Graciella Abigail yang menjadi Kartika kecil, Mawar Eva de Jongh menjadi Kartika dewasa, Indra Jegel, Bryan Domani dan Rizki ‘Rigen’ Rakelna.
Adapula nama-nama aktor tenar seperti Vino G Bastian yang menjadi ayah dari Kartika, Indro Warkop sebagai Japrak, Tora Sudiro dan Denny Sumargo sebagai kepala sipir.
Kisahnya mungkin hampir mirip dengan film asli. Kartika adalah seorang anak yang dibesarkan oleh sang ayah.
Ayahnya bukan seorang kaya, tetapi hanya penjual balon biasa.
Mereka tinggal di dekat rel kereta. Suatu saat, nahas menimpa ayah Kartika. Ia dituduh memperkosa dan membunuh anak seorang petinggi kepolisian.
Ayah pun dijebloskan ke penjara nomor tujuh.
Praktis, Kartika tak memiliki orang dewasa sebagai pendamping dan harus mencari cara agar tetap bisa bersama bapaknya.
Di film asli, anak tersebut bernama Yesung, diperankan oleh Gal So Won.
Setelah ayahnya dimasukkan penjara, ia harus berada di panti asuhan.

Menurut Sutradara Hanung Bramantyo, membuat film remake seperti ini cukup menantang. Sebab, semua orang yang pernah menonton ‘Miracle in Cell No 7’ pasti paham dengan akhir ceritanya.
“Maka, kami sesuaikan dengan kultur yang ada di Indonesia,” ungkap Hanung dalam konferensi pers via daring, Senin (11/5/2020).
• Didi Kempot dan Kisahnya di Film Sobat Ambyar
Ia menjelaskan, di film asli, ada adegan dimana Yesung menikmati salju dan musibah yang menimpa ayah terjadi karena pengerasan air di musim dingin.
Sementara, di Indonesia, hanya ada dua musim, sehingga perlu ada penyelarasan kultur.