Sejarah May Day atau Hari Buruh di Indonesia dan Mengingat Tragedi Haymarket di Amerika Serikat

May Day adalah peringatan Hari Buruh Internasional yang diselenggarakan setiap tahun di sejumlah negara termasuk Indonesia pada setiap 1 Mei.

Editor: Joko Widiyarso
Kompas.com
Buruh merayakan hari buruh internasional atau May Day dengan berunjuk rasa di sekitar Patung Kuda Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/5/2018). Tuntutan utama mereka yaitu meminta pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan serta konsisten memberantas korupsi, meningkatkan subsidi untuk rakyat, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, energi, perumahan, dan transportasi, serta berkomitmen mewujudkan reforma agraria.(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG) 

TRIBUNJOGJA.COM - May Day adalah peringatan Hari Buruh Internasional yang diselenggarakan setiap tahun di sejumlah negara termasuk Indonesia pada setiap 1 Mei.

Di Indonesia, awalnya peringatan Hari Buruh sempat dilarang, lalu diperbolehkan, hingga dijadikan hari libur nasional.

Tapi setiap tahunnya selalu ada demo buruh besar-besaran di berbagai daerah dan juga di depan Istana Merdeka.

Pada era presiden pertama RI Soekarno, hari buruh sudah dirayakan dan Bung Karno selalu hadir dalam perayaan.

Dikutip Harian Kompas, Rabu (30/4/2014), Bung Karno menyampaikan kepada para buruh untuk mempertahankan politieke toestand.

Itu adalah sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat, bebas berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat.

Politieke toestand ini memberikan ruang bagi buruh untuk melawan dan berjuang lebih kuat.

Bentrokan terjadi pada Hari Buruh atau May Day di Caracas, Venezuela, Rabu (1/5/2019).
Bentrokan terjadi pada Hari Buruh atau May Day di Caracas, Venezuela, Rabu (1/5/2019). (AFP/CRISTIAN HERNANDEZ)(CRISTIAN HERNANDEZ)

Selain itu buruh juga harus melakukan machtsvorming, yakni proses pembangunan atau pengakumulasian kekuatan.

Machtsvorming dilakukan melalui pewadahan setiap aksi dan perlawanan kaum buruh dalam serikat-serikat buruh, menggelar kursus-kursus politik, mencetak dan menyebarluaskan terbitan, mendirikan koperasi-koperasi buruh, dan sebagainya.

Sementara itu pada era Presiden Soeharto, Hari Buruh diidentikkan dengan ideologi komunisme yang saat itu sangat dilarang keberadaannya.

Karena itu, penetapan Hari Buruh internasional pada 1 Mei pada masa Order Baru sempat ditiadakan.

Dilansir Kompas.com, Minggu (1/5/2016), langkah awal pemerintahan Soeharto untuk menghilangkan perayaan May Day dilakukan dengan mengganti nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja.

Hingga kini namanya menjadi Kementerian Ketenagakerjaan dan bukan Kementerian Perburuhan.

Selain itu Soeharto menggunakan Awaloedin Djamin untuk mengisi jabatan menteri di Departemen Tenaga Kerja, karena berlatar belakang perwira polisi.

Hari Buruh dihapus

Pada Mei 1966, Awaloedin mengusahakan agar Hari Buruh saat itu tidak dirayakan karena berkonotasi kiri. Tapi gagal, karena buruh masih kuat. Barulah setahun kemudian dia berhasil menghapuskan peringatan Hari Buruh.

Caranya dengan melemparkan gagasan bahwa peringatan May Day selama ini telah dimanfaatkan oleh SOBCI/PKI.

Seorang pengunjuk rasa bertopeng melempar batu selama bentrokan pada uni serikat buruh May Day di Paris, Prancis
Seorang pengunjuk rasa bertopeng melempar batu selama bentrokan pada uni serikat buruh May Day di Paris, Prancis (Reuters via Mail Online)

Selanjutnya serikat buruh digiring untuk berorientasi ekonomis. Mulai dengan menyatukan seluruh serikat buruh yang tersisa dari huru-hara 1965 ke dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).

Lalu kemudian itu berubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Meski begitu, nasib buruh tidak banyak berubah.

Organisasi tersebut dekat dengan pemerintah dan dinilai tidak independen karena didanai pemerintah.

Tuntutan mulai lagi saat era reformasi. Tak hanya buruh yang berdemo, tapi juga ribuan mahasiswa menuntut agar 1 Mei kembali dijadikan Hari Buruh dan Hari Libur Nasional.

Tapi demo berkembang tuntutannya saat era SBY. Mereka juga menuntut revisi UU Ketenagakerjaan hingga jaminan sosial. Akhirnya itu membuahkan BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan.

Keinginan para buruh untuk libur pada Hari Buruh terkabul setelah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal berdiskusi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan jajarannya pada 2013.

Diberitakan Harian Kompas, Selasa (30/4/2013), hari libur tersebut berlaku setahun kemudian, yaitu 2014.

”Ada kado istimewa dari Presiden Yudhoyono, di mana pemerintah akan menjadikan 1 Mei sebagai hari libur nasional,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal, Senin (29/4).

Pada 1 Mei 2014, hal tersebut terealisasi. Sebelumnya pada era Orde Lama juga ditetapkan sebagai hari libur resmi, tapi tidak pada era setelahnya.

Meski begitu, demo buruh tetap ada kala itu. Seperti diberitakan Harian Kompas, Sabtu (3/5/2014), ribuan buruh kembali memadati jalan-jalan protokol di Jakarta.

Mereka menagih janji SBY untuk mensejahterakan buruh di dekat kawasan industri. Misalnya dengan memberi perumahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan untuk anak buruh, dan angkutan publik berkualitas.

Sejarah awal di AS
Pada abad ke-19, May Day mengambil makna baru, ketika Hari Buruh Internasional tumbuh dari gerakan buruh abad ke-19 untuk hak-hak pekerja dan delapan jam kerja di Amerika Serikat.

Sebuah lukisan yang menggambarkan peristiwa berdarah di Alun alun Haymarket, Chicago pada 4 Mei 1886 saat berlangsungnya aksi damai kaum buruh
Sebuah lukisan yang menggambarkan peristiwa berdarah di Alun alun Haymarket, Chicago pada 4 Mei 1886 saat berlangsungnya aksi damai kaum buruh (history)

Bagaimana hubungan antara May Day dan hak-hak buruh dimulai di Amerika Serikat?

Dikutip History, selama abad ke-19, di puncak Revolusi Industri, ribuan pria, wanita dan anak-anak meninggal setiap tahun karena kondisi kerja yang buruk dan jam kerja yang panjang.

Dalam upaya untuk mengakhiri kondisi yang tidak manusiawi ini, Federasi Perdagangan Terorganisir dan Serikat Buruh (yang nantinya akan menjadi Federasi Buruh Amerika, atau AFL) mengadakan konvensi di Chicago pada tahun 1884. FOTLU menyatakan “delapan jam merupakan hari hukum. kerja dari dan setelah 1 Mei 1886. "

Tahun berikutnya Knights of Labor, yang kemudian menjadi organisasi buruh terbesar di Amerika, mendukung proklamasi ketika kedua kelompok mendorong pekerja untuk mogok dan berdemonstrasi.

Pada 1 Mei 1886, lebih dari 300.000 pekerja (40.000 di Chicago saja) dari 13.000 bisnis keluar dari pekerjaan mereka di seluruh negeri. Pada hari-hari berikutnya, lebih banyak pekerja bergabung dan jumlah pemogok bertambah menjadi hampir 100.000.

Tragedi Haymarket
Secara keseluruhan, protes itu damai, tetapi semuanya berubah pada 3 Mei di mana polisi dan pekerja Chicago bentrok di McCormick Reaper Works.

Keesokan harinya sebuah demonstrasi direncanakan di Lapangan Haymarket untuk memprotes pembunuhan dan melukai beberapa pekerja oleh polisi.

Pembicara, August Spies, mereda ketika sekelompok petugas datang untuk membubarkan kerumunan.

Ketika polisi maju, seseorang yang tidak pernah diidentifikasi melemparkan bom ke dalam barisan mereka. Kekacauan pun terjadi, dan setidaknya tujuh polisi dan delapan warga sipil tewas akibat kekerasan hari itu.

Kerusuhan Haymarket, juga dikenal sebagai Haymarket Affair, memicu gelombang penindasan nasional.

Pada Agustus 1886, delapan orang yang dicap sebagai anarkis dihukum dalam persidangan sensasional dan kontroversial meskipun tidak ada bukti kuat yang menghubungkan para terdakwa dengan pemboman. Juri dianggap bias, dengan ikatan bisnis besar.

Tujuh orang terpidana menerima hukuman mati, dan yang kedelapan dijatuhi hukuman 15 tahun di penjara.

Pada akhirnya, empat orang digantung, satu bunuh diri dan tiga lainnya diampuni enam tahun kemudian.

Beberapa tahun setelah Kerusuhan Haymarket dan persidangan berikutnya mengejutkan dunia, koalisi sosialis dan partai buruh yang baru dibentuk di Eropa menyerukan demonstrasi untuk menghormati "Martir Haymarket."

Pada tahun 1890, lebih dari 300.000 orang memprotes pada demonstrasi May Day di London.

Sejarah pekerja pada 1 Mei akhirnya diperingati oleh banyak negara di dunia, bukan hanya mereka yang memiliki pengaruh sosialis atau komunis.

Hari ini, May Day adalah hari libur resmi di 66 negara dan secara tidak resmi dirayakan di lebih banyak lagi, tetapi ironisnya itu jarang diakui di negara tempat dimulainya, Amerika Serikat.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Hari Buruh di Indonesia, Dulunya Dilarang Kini Jadi Hari Libur Nasional"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved