Yogyakarta

Hari Buruh : Sembilan Serikat Buruh di DIY Serukan Penundaan RUU Cipta Kerja

Alasan penolakan penerbitan RUU Cipta Kerja tersebut, menurutnya mencederai kalangan pekerja dan hanya menguntungkan para pemilik perusahaan.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Miftahul Huda
Suasana audiensi sembilan perwakilan serikat buruh DIY menyuarakan tuntutan di gedung DPRD DIY, Kamis (30/4/2020). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Miftahul Huda

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Hari buruh kali ini (May Day) beberapa serikat pekerja di DIY memang tak ada yang turun aksi.

Namun, tanggal 1 Mei yang disakralkan bagi sebagian buruh setiap tahunnya itu pun tetap bergemuruh.

Misalnya dari Majelis Pekerja Buruh Indonesi (MPBI) DIY yang menjadi satu dari sekian banyak serikat buruh yang menuntut beberapa hal terhadap kebijakan pemerintah.

Beberapa tuntutan yang dibacakan dan menjadi isu hangat di tengah pandemi diantaranya, para pekerja tersebut menuntut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY, supaya menyampaikan peniadaan pembahasan RUU Cipta Kerja, klaster Ketenaga Kerja.

Sejarah Ditetapkannya 1 Mei jadi Hari Buruh Internasional

"Kami menolak untuk dilanjutkannya pembahasan RUU Cipta Kerja. Pembahasan RUU tersebut harus ditiadakan sampai hari kiamat," kata Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Indonesia, Irsad Ade Irawan usai melakukan audiensi dengan Komisi D DPRD DIY, Kamis (30/4/2020) kemarin.

Alasan penolakan penerbitan RUU Cipta Kerja tersebut, menurutnya mencederai kalangan pekerja dan hanya menguntungkan para pemilik perusahaan.

Contohnya, Ade menjabarkan di antaranya, butir-butir RUU yang terdiri dari 174 pasal tersebut dinilai telah memuat perubahan, penghapusan, dan pembatalan atas undang-undang 79 UU yang terkait dengan pembangunan dan investasi.

"Isinya sama sekali tidak memberikan perlindungan kepada pekerja atau buruh. RUU Cipta Kerja justru menimbulkan para pekerja terpinggirkan demi melindungi imvestasi insustri," imbuhnya.

Dari hal itu, Ade bersama rekan pekerja lain yang tergabung di sembilan aliansi pekerja menolak, serta mendesak agar pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut ditunda sampai datangnya hari kiamat.

Selain point tersebut, para buruh juga meminta kepada Pemda DIY supaya memberikan bantuan sosial di tengah pandemi Covid-19 sebesar nilai Upah Minimum Provinsi (UMP).

BREAKING NEWS : Update Covid-19 di DIY, Penambahan 1 Kasus Positif dan 3 Pasien Dinyatakan Sembuh

Alasannya, buruh menjadi yang paling terpukul karena adanya pandemi Covid-19 di DIY ini.

"Mohon bapak DPRD supaya bisa mengakomodir tuntutan kami berupa bantuan sosial senilai UMP DIY, karena banyak dari kami yang di rumahkan hingga PHK," tegasnya.

Sementara serikat pekerja lain yang mengatas namakan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) DIY, hadir menyuarakan hal berbeda.

Di saat adanya wabah Virus Corona kali ini, pihaknya justru melaunching posko pengaduan bagi para buruh yang sudah tidak memiliki pekerjaan.

"Kami sudah meminta izin ke Disnakertrans dengan No. Surat 251/04456, untuk membuat posko pengaduan bagi para buruh di DIY. Posko tersebut digunakan sebagai upaya pemaksimalan kartu pra kerja dan bantuan pemerintah lainnya," kata Ketua SBSI DIY, Dani Eko Wiyono.

Dani menekankan, pihaknya siap membantu para buruh yang kesulitan dalam mencairkan bantuan pemerintah seperti program pra kerja hingga stimulus lain.

Beberapa petugasnya juga telah disiapkan untuk mendampingi pekerja.

Sejarah May Day atau Hari Buruh di Indonesia dan Mengingat Tragedi Haymarket di Amerika Serikat

Misalnya, pekerja yang tidak memiliki fasilitas penunjang seperti handphone, serta kebingungan dengan alur bantuan, pihaknya menyediakan tahap konsultasi.

"Para pekerja yang sudah kehilangan pekerjaan kami bimbing, supaya mereka mendapat hak-haknya. Minimal untuk bertahan hidup saja, karena sudah tidak memiliki pekerjaan," imbuhnya.

Hingga saat ini sudah ada 11 posko yang telah disiapkan.

Satu di antaranya berada di Dusun Jaban, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.

"Secara fungsi posko tersebut digunakan untuk menampung aspirasi para buruh. Terkait pelanggaran hak, serta pendampingan kepada pekerja," tambahnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved