Kisah Mahasiswa di Yogya Berjuang Penuhi Kuota Internet demi Kuliah Daring, Rela Makan Sekali Sehari
Kisah Mahasiswa di Yogya Berjuang Penuhi Kuota Internet demi Kuliah Daring, Rela Makan Sekali Sehari
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sejak perkuliahan tatap muka diliburkan akibat wabah virus corona, banyak mahasiswa luar daerah yang kuliah di Yogyakarta kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Mereka terpaksa harus mengurangi makan demi memenuhi kebutuhan kuota internet untuk kuliah online.
Hal itu juga dirasakan oleh mahasiswi asal Kalimantan, Dona Rotua.
Mahasiswa di MMTC Yogyakarta ini menyampaikan kesulitannya selama masa pandemi.
Selama lebih kurang dua bulan dirinya sudah terbiasa dengan perut kosong.
Bagi mahasiswi MMTC Yogyakarta ini justru lebih mementingkan ketersediaan kuota internet, daripada urusan perut.
"Karena warung langganan yang murah meriah ikut-ikutan tutup.
Sementara di kampung tempat indekost ada lockdown lokal. Jadi andalkan pesen makanan lewat aplikasi online," katanya saat diwawancara melalui sambungan telfon.
Saat terhubung, suaranya yang terdengar ringan ini memang berharap ada jalan keluar dari masa sulit kali ini.
"Jadi ya saya merasa bukan warga sini, dapat bantuan ya Syukur, tidak ada pun ya tak apa-apa. Mau bagaimana lagi," katanya, pasrah.
• Perbankan DIY Serahkan Sejumlah Bantuan pada Gugus Tugas Covid-19 DIY
• Selama Ramadan, Disdik Kota Yogya Minta Sekolah Tak Berikan Tugas Berlebih
Secara prinsip Dona tidak keberatan jika yang mendapat bantuan dari pemerintah hanya untuk mahasiswa yang tinggal di asrama saja.
Meski begitu, ia merasa berat jika terus menerus bertahan di tempat kostnya yang berada di Jombor Kidul, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.
Apalagi, dirinya mengakui jika kebutuhan internet untuk kuliah daring jauh lebih besar daripada kebutuhan makan sehari-hari.
"Mungkin bagi beberapa kampus ada yang mendapat bantuan internet. Di kami belum ada. Jadi harus rela makan satu hari sekali supaya cukup untuk kebutuhan lain," sambungnya.
Ia merinci, kebutuhan internet untuk satu kali kuliah online dengan menggunakan aplikasi virtual bisa mencapai 3 Giga Byte (GB)
Sementara untuk penggunaan perbulan biasanya Dona sudah menyisihkan uang sebesar Rp 130 ribu untuk kebutuhan internet saja.
Begitu adanya pemberlakukan kuliah online saat ini, kebutuhan internet menjadi prioritas dirinya daripada asupan makan.
Pernah di akhir Maret lalu, Dona benar-benar bisa dikatakan kelaparan.
Sementara uang kiriman bulanan sudah habis sebelum jatuh tanggal kiriman berikutnya.
Jatah makan satu hari sekali harus ia rasakan.
Terkadang ia hanya makan satu bungkus mie instan saja, demi internet tetap jalan. Karena tempat kostnya saat ini memang tidak menyediakan fasilitas wi-fi.
Sementara biasanya, ramaja usia 24 tahun ini memanfaatkan fasilitas wi-fi umum di beberapa tempat. Semenjak diberlakukan pembatasan sosial, semua kebutuhannya harus ditanggung sendiri.
"Sebulan itu sudah saya jatah. Rp 130 ribu itu sudah cukup. Sekarang sudah tidak mampu kuota 31 GB saja hanya cukup dua minggu.
Karena penggunaan kuliah online, jadi lebih memilih mengurangi makan untuk beli kuota," imbuh mahasiswi semester delapan ini.
Kondisi sama juga dialami Kintan mahasiswi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Belakangan ini beberapa kampus Negeri memang banyak memberikan bantuan sembako kepada mahasiswanya.
Namun, itu belum dirasakan oleh Kintan. Bagi mahasiswi semester akhir ini, secara dampak kuliah tidak begitu terasa.
Kesulitan untuk bertahan hidup justru ia rasakan.
Semenjak adanya lockdown lokal di tempat tinggalnya, di Jalan Kaliurang, Kabupaten Sleman, Kintan mengaku kesulitan saat hendak mencari makan.
"Tak jarang penjaganya sering marah-marah. Kalau kami sering keluar kampung," katanya.
Beberapa keringan seperti subsidi uang SPP sempat dirasakan.
Pemotongan subsidi selama masa pandemi menurutnya lumayan karena di kisaran Rp 200 ribu bagi jenjang S1, S2 dan S3
Namun, kesulitan yang dialami olehnya justru kebutuhan pangan. Untuk saat ini ia benar-benar membutuhkan bantuan berupa bahan makanan.
"Lebih ke bantuan sembako mungkin sih. Karena di kost kami ada dapur, jadi bisa diolah jadi masakan," katanya.
• Siaran Tanpa Celana, Fenomena Penyiar TV Saat Work From Home di Tengah Wabah Covid-19
Menanggapi bantuan pemerintah yang hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang tinggal di asrama, Kintan turut merespon jika Pemda DIY perlu memperhatikan mahasiswa yang tinggal di luar asrama.
Alasannya, ia mengaku kesulitan melakukan mobilitas.
Mahasiswi Jurusan Teknik Kimia ini juga mengeluh karena tempat kerjanya saat ini sudah tidak beroperasi.
"Saya nyambi kerja juga di pembuatan karangan bunga. Sekarang kan sepi, sementara kiriman ortu hanya buat bayar kost saja. Jadi benar-benar hanya andalkan bantuan," urainya.
Sudah dua pekan terakhir Kintan hidup dari bantuan sembako oleh beberapa dosen.
Namun, itu tidak bisa bertahan lama.
Ia menganggap, beberapa fakultas memang ada kegiatan pembagian sembako bagi mahasiswanya.
"Tapi untuk fakultas saya tidak ada. Kemarin itu malah dapat dari donasi para dosen," pungkasnya. (Tribunjogja/Miftahul Huda)